Oleh: Rangga Septio Wardana dan Rizky Nauvalif
KOMPAS.com - Komedi merupakan salah satu hal yang tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Setiap generasi memiliki tokoh-tokoh komedian legendaris yang sangat berpengaruh seperti Bing Slamet, Bagyo, Iskak, dan lainnya.
Sepuluh tahun belakangan, dunia hiburan Indonesia diwarnai dengan kemunculan tren bernama Stand Up Comedy. Seiring berkembangnya kesenian ini, kini banyak orang yang bercita-cita menjadi komika.
Hal itu pun dituturkan oleh dua alumni SUCI X, Kukuh Adi dan Muhammad Dwik, dalam siniar Balada +62 bertajuk “Udah, Kerja Kantoran Aja! Gak Usah Ikut Stand Up!” dengan tautan akses dik.si/Balada62E3.
Stand Up Comedy sebagai sebuah kesenian memerlukan beberapa keahlian yang sangat dibutuhkan dalam industri hiburan. Dengan demikian, pelaku kesenian ini cenderung lebih memiliki keahlian yang beragam untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Sebut saja, mulai dari pembawa acara, aktor atau aktris, konten kreator, sutradara, produser, penulis skenario, penulis buku, hingga konsultan komedi.
Kemampuan mereka dalam menyusun alur kisah sampai meledakan tawa penonton memudahkannya dalam menjalani beragam profesi tadi.
Baca juga: Galih Satrio: Mengarang Gambar, Menggambar dengan Arang
Peluang, popularitas, dan keuntungan finansial yang telah dicapai komika pendahulu membuat banyak orang ingin terjun dalam kesenian ini sebagai jembatan untuk hidup yang lebih baik.
Namun, untuk menjadi seorang komika diperlukan mental yang kuat. Seorang komika membutuhkan konsistensi untuk membuat materi dan melatih materinya. Lantas, bagaimana langkah penulisan materi stand up?
Setiap orang memiliki keresahannya masing-masing. Untuk membuat materi, diperlukan insting dan sudut pandang untuk mengubah hal-hal yang biasa menjadi lelucon yang bisa meledakan tawa penonton.
Ketika ide tersebut bermunculan, setiap gagasan yang muncul harus segera diketik agar tidak hilang atau lupa. Urutan penulisan yang bisa dilakukan adalah;
Menulis tangan adalah salah satu metode terbaik untuk menghafal naskah. Melansir dari Neuroscience, sebuah penelitian dari University of Tokyo mengungkapkan bahwa menulis di kertas sangat baik untuk otak kita.
Selain itu, menulis di kertas juga diyakini bisa meningkatkan kreativitas seseorang. Alasannya, ingatan yang tersimpan ketika menulis di atas kertas cenderung lebih kuat dan tepat dibanding ketika menulis dengan perangkat digital.
Materi yang telah disusun perlu dilatih secara terus-menerus agar semakin matang. Untuk itu, open mic menjadi sarana yang tepat untuk melatih dan mencoba materi.
Dengan demikian, kita bisa terus belajar dan mengevaluasi materi yang telah disusun agar menjadi lebih baik.
Baca juga: Tomi Wibisono dan Kisahnya dengan Buku
Menjadi seorang komika artinya perlu disiplin dalam menulis materi dan berlatih secara rutin. Jika tidak, apa yang diperjuangkan tak akan maksimal dan akan kesulitan berkembang.
Dengarkan perbincangan lengkap Kukuh Adi dan Dwik seputar topik ini melalui siniar Balada +62 bertajuk “Udah, Kerja Kantoran Aja! Gak Usah Ikut Stand Up!” dengan tautan akses dik.si/Balada62E3.
Di sana, kita akan mendengarkan obrolan seputar topik-topik yang sedang ramai diperbincangkan dengan sudut pandang komedi, namun tetap menggunakan argumentasi yang logis.
Tunggu apalagi? Yuk, subscribe YouTube Medio by KG Media agar kalian tak tertinggal tiap episode terbarunya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.