Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ristiana D. Putri
KOMPAS.com - Orang-orang memaknai buku dengan cara yang berbeda. Sejak zaman dahulu, sebelum ada internet, buku berfungsi sebagai jendela dunia untuk memperoleh pengetahuan baru.
Salah satunya adalah Tomi Wibisono, pemilik Toko Buku Akik, yang memiliki pengalaman bermakna dengan buku. Bersama Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com, ia mengisahkannya dalam siniar Beginu episode “Tomi Wibisono, Bincang Muda dan Nakal” dengan tautan akses dik.si/BeginuTomiP2.
Bagi Tomi, buku adalah hal yang esensial. Berawal dari serial Harry Potter, perjalanan Tomi dengan buku dimulai. Saat kecil, ia mengaku belum memiliki banyak pilihan buku untuk dibaca.
Setelah membaca, ia pun terpana dengan visualisasi teks dan pembangunan dunia yang sangat epik. Ia semakin kagum karena dari serial fenomenal itu, banyak juga orang yang turut terpantik membuat karya serupa, misalnya fiksi penggemar.
Baca juga: Galih Satrio: Mengarang Gambar, Menggambar dengan Arang
Setelah membuka dunia fiksinya, Tomi mulai berkenalan dengan topik yang berhubungan dengan isu-isu sosial. Informasi ini ia dapatkan melalui majalah dan zine. Dari situ, pendidikan politiknya pun dimulai. Ada banyak topik dan penulis aneh yang sebelumnya belum pernah ia dengar.
Di situ pula ia mengenal Pramoedya Ananta Toer. Namun, alih-alih karyanya, Tomi lebih menyukai buku yang berisi wawancara Pram yang inspiratif dan berani. Faktor inilah yang menginspirasi Tomi untuk tertarik membuat buku juga.
Selain Pram, Tomi juga mengidolakan sosok Remy Sylado. Ia kagum dengan pemikiran pria itu yang memperbolehkan anak muda untuk ‘nakal’ dalam batas yang wajar.
Ia menjelaskan, “Habiskan stok kesalahan-kesalahanmu dan betapa menangisnya bisa wawancara Remy Sylado waktu itu. Wah, sampe gemeteran itu. Kesan-pesan yang membekas: anak muda itu kalau salah jangan diserang karena memang masih muda, kalau tua itu goblok, ya, harus dihajar.”
Memiliki toko buku ternyata tak sekadar menjualnya saja. Tantangan utama untuk Tomi adalah pengetahuan seputar produk. Lelaki itu merasa bahwa ia belum memiliki pengetahuan luas seputar buku di dunia.
Kesadarannya ini dimulai saat ada seorang pelanggan yang bertanya seputar rekomendasi buku self-improvement. Sayangnya, Tomi bukan merupakan penikmat genre itu sehingga ia tak bisa memberikan rekomendasi yang layak untuk sang pelanggan.
Ada pula pelanggan lainnya yang bertanya seputar rekomendasi buku penulis perempuan. Ia pun menjawab Ayu Utami, namun sang pelanggan tak puas. Tomi pun jadi sadar bahwa ia juga masih kurang referensi terhadap buku yang ditulis oleh perempuan.
Baca juga: Ade Putri Paramadita, Tentang Nada, Raga, dan Rasa
Dari kejadian itu, ia pun membuat rak khusus perempuan dan festival daring bertajuk “Buku Akik Girls Day Out” yang menghadirkan semua klub buku perempuan. Dari situ, Tomi akhirnya memunculkan kolaborasi dengan banyak pihak.
Namun, lagi-lagi, ia masih menyayangi minimnya pengetahuan seputar buku. Ia berujar dengan kecewa, “Jadi berpikir kalau bacaan gue nih cowok banget, nih.”
Lantas, bagaimana usaha Tomi untuk mempertahankan bisnis ‘idealis’nya ini?
Temukan jawabannya melalui perbincangan lengkap Tomi Wibisono dan Wisnu Nugroho dalam siniar Beginu episode “Tomi Wibisono, Bincang Muda dan Nakal” dengan tautan akses dik.si/BeginuTomiP2 di Spotify.
Di sana, ada banyak kisah dari para tokoh inspiratif yang mampu memberikan perspektif baru untuk hidupmu. Tunggu apalagi? Yuk, ikuti siniar Beginu dan akses playlist-nya di YouTube Medio by KG Media agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.