KOMPAS.com - Kasus dugaan penganiayaan oleh Mario Dandy Satrio (20) terhadap anak pengurus GP Ansor, David (17), menuai perhatian publik.
Diberitakan Kompas.com, Jumat (24/2/2023), Mario memukul David di rumah rekan korban, Kompleks Grand Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2023).
Pelaku yang merupakan anak eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu ini menghujani tubuh korban dengan pukulan bertubi-tubi, serta menendang organ vital, seperti perut dan kepala.
Mario pun telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Metro Jakarta Selatan. Menyusul Mario, polisi turut menetapkan Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan (19) sebagai tersangka.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Ary Syam menjelaskan, Shane merekam aksi penganiayaan yang dilakukan oleh Mario.
Tersangka ini juga diduga memprovokasi Mario untuk memberikan David "pelajaran".
"Semula, MDS (Mario) menghubungi Shane untuk menceritakan soal perlakuan tidak pantas yang dilakukan korban kepada A (pacar Mario)," ujar Ade, diberitakan Kompas.com, Jumat.
Lantas, bagaimana tanggapan pemerhati anak terkait kasus ini?
Baca juga: Anak Pengurus GP Ansor yang Dianiaya Terkena Diffuse Axonal Injury, Apa Itu?
Menilik kasus penganiayaan oleh anak eks pejabat Ditjen Pajak terhadap putra pengurus GP Ansor ini, pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti mengatakan, polisi akan menggunakan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak.
Pasalnya, meski kedua tersangka sudah dewasa, korban masihlah usia anak atau di bawah 18 tahun.
Dia menambahkan, apabila nantinya A (15) selaku pacar Mario Dandy ditetapkan sebagai tersangka, barulah menggunakan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Karena masih usia anak. Namun, sejauh ini A baru diperiksa dan masih berstatus sebagai saksi," terang Retno.
Sebagai pemerhati anak, Retno pun mengecam tindakan penganiayaan hingga mengakibatkan anak korban alias David mengalami luka serius dan koma.
Lantaran korban adalah anak, kepolisian patut menggunakan Pasal 76C UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
"Apalagi si pelaku sudah bukan usia anak, jadi tidak akan ada penyelesaian di luar pengadilan (diversi). Proses hukum seharusnya terus berjalan, meski keluarga korban memaafkan sekali pun," tegasnya.
Bukan hanya kasus penganiayaan, mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini turut menyorot gaya hidup pelaku yang gemar memamerkan harta kekayaan.
"Kasus ini juga menunjukkan bahwa pola pengasuhan sangat berpengaruh pada perilaku seorang anak," tutur Retno.
"Pamer kekayaan orangtua adalah salah satu sikap yang memperlihatkan bahwa anak haus pada penghargaan," tambah dia.
Menurut Retno, anak dengan perilaku seperti ini merasa dapat dihargai saat memamerkan kebendaan yang dimiliki.
Padahal, jika anak dididik untuk bangga pada dirinya sendiri karena kapasitas atau potensi yang dimiliki, dia tidak perlu haus akan penghargaan.
Kasus ini pun seharusnya menjadi pembelajaran bagi orangtua untuk membantu anak mengendalikan emosi saat marah.
Dengan demikian, mereka tidak akan bertindak gegabah yang merugikan diri sendiri dan membahayakan orang lain.
Di sisi lain, Retno menuturkan, David selaku anak korban berhak mendapatkan pemulihan kesehatan dan rehabilitasi psikologi.
"Hak atas pendidikan juga harus tetap dipenuhi, pihak sekolah harus membantu David nantinya ketika sudah sehat kembali dan dibantu mengejar keteringgalan pembelajaran selama sakit," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.