Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Anies Baswedan "Jalan-Jalan" dan Pelabelan "Ditakuti"

Kompas.com - 24/01/2023, 08:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Akan sangat “lucu” dan “janggal” segregasi politik akibat perbedaan pilihan yang begitu tajam di antara kubu-kubu yang bersebarangan, ternyata berbeda di panggung politik utama. Jokowi merekrut rival terkuatnya di pilpres dengan menjadikan Prabowo dan Sandiaga Uno sebagai “pembantu” di kabinetnya.

Kampanye politik merupakan sebuah upaya untuk memengaruhi pemilih supaya menentukan pilihan sesuai dengan tujuan sang kandidat. Oleh sebab itu, sering kali kampanye politik diisi oleh penjaringan terhadap pribadi- pribadi kandidat dan pendukungnya dengan membuka keburukan-keburukan dari segala dimensi.

Cara Anies Baswedan mengenakan kaos sindiran “Abdi nu ngider naha anjeun nu keder” adalah tepat untuk menggambarkan dirinya tengah “dikuyoh-kuyoh” para elite politik partai-partai dan elite pemerintahan. Hanya saja Anies mungkin tidak menyadari, cara tersebut juga semakin “mengokohkan” imaji publik bahwa dirinya adalah antitesa Jokowi.

Dengan melihat komposisi pendukung dan “pembenci” Jokowi berikut distribusi loyalitas kader dan simpatisan partai-partai pendukung Jokowi, para fans Anies tidak berpotensi “menggerus”, alih-alih merebut peta suara pro Jokowi.

Saya jadi teringat dengan Mario Balotelli ketika dia menjadi pemain Manchester City. Ia membuka jersey-nya saat pertandingan krusial di laga hidup dan mati City dengan Manchester United. Sebagai pemain bengal yang kerap berulah, Balotelli memperlihatkan tulisan “Why always me” sebagai bentuk protes pengingkar bahwa dirinya adalah pemain hebat bertalenta, bukan sebagai biang kerok.

Apakah publik langsung kesengsem dengan cara Balotelli di derbi Manchester di Liga Inggris musim 2011-2012 itu walau mencetak dwi gol? Ternyata tidak. Publik kadung antipati dengan pemain yang kerap berpindah-pindah klub karena temperamentalnya yang susah dikendalikan, baik di lapangan maupun di luar lapangan.

Labelling pada diri sendiri dengan menyebut dirinya adalah sosok yang ditakuti saat sedang kampanye atau bahasa halusnya sedang jalan-jalan tetapi menemui warga di berbagai daerah, tidak serta merta menguatkan brandingnya sebagai kekuatan “oposisi” bagi Jokowi atau siapa pun yang nantinya mendapat restu dari Jokowi di Pilpres 2024. Akan lebih ideal, amunisi politik tambahan bagi Anies Baswedan sebagai tokoh “oposisi” jika partai pendukungnya yakni Nasdem hengkang dari kabinet Jokowi – Maruf Amin.

Imaji publik akan oposisi semakin dilekatkan kepada Anies jika Nasdem berada di luar kabinet Jokowi, untuk menguatkan pagar oposisi yang sudah melekat pada Demokrat dan PKS di dua periode kepresidenan Jokowi.

Dengan posisi Nasdem yang “bermain” dua kaki, yakni satu kaki masih enggan melepaskan diri dari kabinet serta di satu kaki lain yang “menginjak” Anies untuk direkomendasikan sebagai capres semakin sulit mencitrakan Anies sebagai tokoh oposisi yang layak menyebut dirinya “Abdi nu ngider naha anjeun nu keder”?

Belum lagi, Nasdem begitu “cerdik” mempermainkan dua sekondannya di Koalisi Perubahan untuk menyerahkan urusan cawapres kepada Anies seorang. Demokrat yang terlalu “ngebet” mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapares sebagai “harga mati” begitu tidak rela jika posisi pendamping Anies nantinya diambil dari PKS, yakni mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Demikian juga dengan cawapres dari luar koalisi, seperti nama mantan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa atau Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Demokrat selalu antipati.

Demokrat yang merasa memiliki andil suara dalam Koalisi Perubahan dan begitu “pede” dengan elektabilitas AHY, merasa AHY-lah yang layak menjadi “pengantin”-nya Anies.

Sementara Nasdem dan Anies tentu tidak ingin kalah “konyol” jika pangsa pasar politiknya hanya terbatas di tiga partai anggota Koalisi Perubahan saja. Rumus umum dari keberhasilan merebut konsumen di pasar politik adalah memperbesar lebar pita dukungan, tidak saja sebatas di pasar tradisional tetapi juga menarik “minat” di pasar lain. Potensi suara di kalangan anak muda, harus diambil dengan memahami keinginan anak muda di pasar politik.

Beberapa waktu yang lalu ada seorang pengamat politik yang menyebut Wali  Kota Solo, Gibran Rakabumi, “tidak perlu kampanye” dan hanya “tinggal tidur” jika putra sulung Presiden Jokowi itu ingin memenangkan kontestasi di pemilihan gubernur Jawa Tengah. Selain karena moncernya Gibran dalam jejak kepemimpinan di lapangan, elektabilitas Gibran juga menjanjikan untuk ajang pemilihan kepala daerah serta besarnya dukungan partai-partai.

Dalam strategi kampanye, tidak ada istilah “tinggal tidur” dan “pasti menang” mengingat memori calon pemilih masih labil sehingga membutuhkan penetrasi politik yang ajeg. Kampanye harus dikemas dengan strategi.

Menurut Andrew Lock dan Phil Harris (Political Marketing – Vive la Difference !, European Journal of Marketing Vol 30, 1996) kampanye politik bertujuan untuk pembentukan imaji politik. Untuk itu parpol harus menjalin kegiatan kampanye, biasanya diarahkan untuk menciptakan perubahan pada tatanan pengetahuan dan kognitif. Pada tahap ini pengaruh yang diharapkan adalah munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan, atau meningkatnya pengetahuan khalayak terhadap isu tertentu.

Pada tahap berikutnya diarahkan pada perubahan sikap. Sasarannya adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian, atau keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye.

Sementara pada tahap terakhir kegiatan kampanye ditujukan untuk mengubah prilaku khalayak secara konkret dan terukur. Tahap ini menghendaki adanya tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran kampanye. Tindakan ini dapat terjadi sekali itu saja atau juga terjadi secara berkelanjutan.

Anies sadar peluangnya untuk menang tidak boleh redup di saat dirinya sudah menanggalkan jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta. Prabowo dan Ganjar masih diuntungkan dengan posisinya.

Baca juga: Anies Baswedan Siapkan Tiga Kriteria Cawapres, Harus Mewujudkan Keadilan Sosial

Jadi, salahkah Anies melakukan kampanye dini sementara partai-partai lain masih bingung mencari format koalisi dan gamang mencari sosok yang potensial menang di Pilpres 2024? Anies harus “jalan” terus untuk kampanye mengenalkan profilingnya kepada calon pemilih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com