Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Konten Medsos Tak Terkendali, "Safe Harbour" Digugat agar Tak Absolut

Kompas.com - 13/12/2022, 17:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GEDUNG Putih melalui saluran resminya, White House Gov, baru-baru ini menyatakan pendirian pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait ujaran kebencian yang marak terjadi dan berdampak signifikan.

Penasihat Kebijakan Domestik Gedung Putih, Susan E Rice, melalui White House Gov mengatakan, kebencian tidak boleh dilindungi safe harbour di AS, terutama ketika kebencian itu memicu jenis kekerasan yang telah kita saksikan dari Oak Creek hingga Pittsburgh, dari El Paso hingga Poway, dan dari Atlanta hingga Buffalo - (WH Gov, August 19, 2022 United We Stand: Countering Hate-Fueled Violence Together).

Baca juga: Twitter Dibanjiri Ujaran Kebencian Sejak Ada Elon Musk

Sikap pemerintah AS terhadap dampak media sosial juga mulai disuarakan, khususnya dalam kaitannya dengan safe harbour policy di media sosial. Hal ini diungkapkan perwakilan pemerintahan Presiden Joe Biden saat menyampaikan pendapatnya di Mahkamah Agung AS atau Supreme Court of The United States (SCOTUS) . Perwakilan Presiden Biden mengatakan, regulasi safe harbour yang melindungi perusahaan media sosial memiliki batasan.

Hal itu terutama ditekankan terkait pengaruh penggunaan algoritma pada platform digital. Argumen tersebut menekankan bahwa raksasa media sosial seperti Google dalam beberapa kasus dapat memiliki tanggung jawab atas konten pengguna.

Kasus itu  berkaitan dengan perkara YouTube, yang dimiliki raksasa teknologi tersebut yang merekomendasikan video kepada beberapa pengguna melalui algoritmanya. Google dan YouTube adalah bagian dari Alphabet Inc (GOOGL.O).

Mahkamah Agung AS sedang mengadili kasus itu di tingkat kasasi, setelah sebelumnya pengadilan banding yang berbasis di San Francisco memenangkan Google. Pengadilan banding mengatakan bahwa Google dan Youtube dilindungi dari klaim semacam itu berdasarkan Section 230 Communications Decency Act (CDA) of 1996.

Konten Negatif dan Kedigdayaan Medsos

Konten negatif sesungguhnya sudah ada sejak dulu. Bedanya dengan sekarang, dulu orang melakukannya secara luring (offline), karena memang belum ada medsos. Dampaknya pun terlokalisasi dan tidak tersebar luas secara masif.

Baca juga: Imbas Ujaran Kebencian, Kanye West Dipecat Sejumlah Brand, Apa Saja?

Saat ini konten seperti itu secara masif bisa tersebar, memengaruhi perilaku indidvidu, sosial, dan budaya. Saat ini situasi sudah berubah 180 derajat. Media sosial selain masif mengamplifikasi konten video instan, juga telah mendorong budaya bertutur menjadi budaya menulis, twit frasa pendek, emoticon, dan komunikasi interaktif tanpa batas ruang dan waktu yang memengaruhi perilaku, emosi, dan sikap secara signifikan.

Semua itu semakin menjadi-jadi karena dilakukan tanpa penapis editorial dari pengelola platform. Secara realitas, media sosial menjadi sangat diametral perbedaannya jika dibandingkan dengan media massa arus utama, yang dikenal selama ini.

Ketiadaan tapis editor, adanya akses tak terbatas, konten bisa diunggah siapa saja, dan tersedianya fitur like, unlike, share, dan subscribe, telah menambah kekuatan luar biasa medsos dalam memengaruhi masyarakat dengan satu dua kali “klik“ saja.

Kedigdayaan medsos juga memengaruhi kondisi psikologis, kesehatan, dan mental penggunanya yang bisa berlangsung tanpa henti dan tidak kenal ruang dan waktu. Fenomena ini melanda seluruh dunia tanpa kecuali.

"Safe Harbour Policy" dan "Section 230 CDA"

Kedigdayaan medos berawal dari sistem hukum dan kebijakan yang awalnya diterapkan di AS yang dikenal dengan safe harbour policy yang tertuang pada Section 230 Communications Decency Act (CDA) of 1996.

Menurut Black's Law Dictionary,  safe harbor adalah the provision in a law or agreement that will protect from any liability or penalty as long as set conditions have been met. Jadi, safe harbour intinya adalah ketentuan dalam undang-undang atau perjanjian yang akan melindungi dari segala kewajiban atau hukuman, selama syarat-syarat yang ditetapkan telah dipenuhi.

Section 230 CDA menyatakan, "Tidak ada penyedia (provider) atau pengguna layanan komputer interaktif yang akan diperlakukan sebagai penerbit atau pengujar dari informasi apa pun yang disediakan oleh penyedia konten informasi lainnya" (47 U.S.C. § 230).

Dengan kata lain, perantara online (online intermediaries) yang hosting atau menerbitkan ulang ucapan, dilindungi dari serangkaian undang-undang yang mungkin digunakan, untuk meminta pertanggungjawaban hukum mereka atas apa yang dikatakan dan dilakukan orang lain itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com