Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hanif Sofyan
Wiraswasta

Pegiat literasi di walkingbook.org

Viral, Video Ismail Bolong Soal Upeti "Uang Jin Dimakan Setan"

Kompas.com - 07/11/2022, 13:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SATU per satu kasus yang melibatkan petinggi Polri bermunculan secara sporadis. Bisa jadi ini adalah efek dari kejadian beruntun sebelumnya.

Sejak kasus Sambo mencuat, lalu diikuti dengan kejadian tragedi Kanjuruhan hingga kasus narkoba yang melibatkan Teddy Minahasa, keyakinan publik bahwa institusi Polri “ada apa-apanya” dan berkubang dalam lumpur masalah semakin menguat.

Berbagai kasus kejahatan yang melibatkan oknum Polri dimungkinkan terjadi karena Polri adalah institusi yang berurusan langsung dengan penanganan banyak tindak kejahatan. Mulai dari kejahatan pidana umum seperti kekerasan hingga pembunuhan, maupun kejahatan terkait narkoba dan judi.

Bahkan persoalan pertambangan legal dan illegal juga menjadi lahan permainan para oknum polisi. Hal ini bukan rahasia lagi. Jika Polri serius menangani penyeledikannya akan banyak kasus serupa yang terbongkar.

Ismail Bolong dan upetinya

Saat ini viral di media sosial video tentang seorang pengepul batu bara illegal dari konsesi tanpa izin di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) yang masuk wilayah hukum Polres Bontang. Sejak Juli 2020 sampai November 2021, Ismail Bolong, kini mantan anggota polisi di wilayah hukum Polda Kaltim, secara terus terang mengaku bahwa dia menyetor uang sejumlaj total Rp 6 miliar ke seorang perwira tinggi Polri.

Baca juga: Soal Perkara Ismail Bolong, Mahfud Akan Koordinasi dengan KPK

Masalah itu menohok Polri. Kasus tersebut kembali menjadi clue bagi masyarakat bahwa oknum dalam tubuh Polri “bermain” di semua tempat yang “basah”.

Selama ini masyarakat melihat tambang, baik legal maupun illegal, seringkali menimbulkan korban atau mengorbankan masyarakat yang tinggal di lingkungan tambang. Penduduk asli seringkali tergusur karena kehadiran tambang legal atau illegal di daerahnya.

Dalam banyak penanganan, sering terjadi tindak represif yang mengorbankan penduduk yang tidak bersalah.

Persoalannya adalah, tambang menjanjikan perputaran uang yang sangat besar, sehingga dapat mengongkosi kegiatan apapun termasuk backing (perlindungan), upaya menjaga keamanan tambang illegal dengan memanfaatkan oknum Polri seperti yang terjadi atas Ismail Bolong yang uniknya juga beroperasi secara illegal.

Pendapatan Ismail Bolong sebagai pengepul sangat fantastis. Dari proses pengepulan batu bara ilegal, Ismail Bolong mengaku bisa meraih keuntungan sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar per bulan.

Menurut pengakuannya, dia telah berkoordinasi dengan seorang perwira tinggi Polri dan telah memberikan uang tiga kali, yaitu pada September, Oktober, November 2021. Setiap kali dia menyetor Rp 2 miliar, sehingga totalnya adalah  Rp 6 miliar.

Jika benar, itu berarti uang tambang ilegal tersebut disetor kepada penerima upeti yang juga illegal. Masyarakat biasanya menyebut perputaran uang semacam itu dengan istilah “uang jin dimakan setan”.

Kasus itu kini ditangani secara intensif Polda Kaltim. Polda Kaltim, melalui Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yusuf Sutejo menyatakan, pihaknya sedang melakukan konfirmasi untuk tindak lanjut penyeledikan kasus tersebut.

Tenggelamnya kasus itu selama ini barangkali memang benar melibatkan perwira tinggi Polri. Karena itu pihak Polda Kaltim tak mengetahuinya. 

Saya jadi teringat dengan diagram yang beredar luas di masyakarat terkait kasus mafia judi 303. Diagram itu begitu rinci garis koordinasi dan komandonya. Apakah kasus tambang ilegal juga memiliki diagram tersendiri?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com