Semakin banyak kasus yang terbongkar atau adanya indikasi kasus akan semakin menunjukkan kepada publik bahwa institusi Polri tersangkut dengan banyak masalah. Tentu saja ini menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa bagi Kapolri Sigit Listyo untuk membenahinya.
Ada indikasi bahwa kejadian yang beruntun dalam tubuh Polri membuat banyak pihak yang merasa dirugikan atau bersangkut paut kini semakin berani muncul ke permukaan untuk melaporkan atau membongkar masalah.
Ini tidak lain efek dari “keterbukaan” dalam tubuh Polri atas kasus yang menimpanya belakangan ini. Boleh jadi ini semacam efek kartu domino.
Kasus Ismail Bolong memang cukup mengherankan dan aneh. Ismail Bolong jelas-jelas bertindak illegal. Mengapa dia berani melaporkan aktivitas tambang ilegalnya kepada polisi, padahal sebagai mantan anggota polisi berpangkat Aiptu, dia pasti mengetahui apa konsekeuensi dari laporannya.
Masyarkat juga akan menyoroti kasus itu. Jika tambang tetap beroperasi setelah kasusnya viral, akan menjadi preseden buruk bagi Polri karena seolah mengizinkan tambang illegal.
Selain itu, kini muncul video sekuel berisi permintaan maaf Ismail Bolong kepada salah satu perwira tinggi Polri terkait pernyataannya sebelunnya mengenai penyerahan uang. Mengapa dia meralat pernyataan pertamanya yang telah viral di medsos?
Seperti kasus-kasus lain yang melibatkan media digital sebagai bukti dan alat pembongkar kasus, jejak digital Ismail Bolong sudah sulit dihapus. Apalagi jika nantinya terbukti di lapangan sesuai dengan fakta di dalam video, itu akan menjadi pembongkar kasus, bahkan ralat permintaan maafnya tak lagi berarti.
Sekalipun dalam pernyataannya Ismail Bolong mengaku merasa sangat tertekan atas permintaan upeti setorannya. Karena substhansi masalanya bukan pada setoran upetinya, tetapi pada konsesi tambang ilegal yang justru menjadi bukti utama tindak kejahatannya.
Inilah yang mengherankan dari kasus ini. Bagaimana bisa pelaku tambang ilegal melaporan adanya dugaan upeti atas tambang ilegalnya? Hal itu sama saja membuatnya jatuh di dalam jurang kasus.
Koalisi masyarakat sipil Kalimantan Timur yang terdiri dari sejumlah akademisi, organisasi non-pemerintah, dan warga sipil kini mendesak pengusutan tuntas kasus itu. Mereka mendesak kepolisian serius menangani kejahatan lingkungan tambang ilegal.
Apalagi, masyarakat yang berada di lingkunga tambang illegal tersebut sudah sejak lama menduga adanya keterlibatan aparat dalam kejahatan tambang ilegal. Soalnya, tanpa ada jaminan dari oknum aparat, tambang illegal tidak mungkin bisa berjalan dengan leluasa.
Fakta bahwa Ismail Bolong kini bukan lagi anggota Polri tidak berarti kasus itu berhenti. Atas nama hukum dan keadilan, hukum harus ditegakkan.
Koalisi mendesak kepolisian mengungkap kasus itu hingga ke akarnya. Sebab, ada pula dugaan bahwa tambang ilegal ini dijalankan secara bersama-sama oleh sejumlah anggota Polri. Koalisi meminta adanya reformasi di tubuh Polri.
Reformasi telah kata ajaib yang begitu sulit dijalankan oleh institusi Polri mengingat begitu banyak sengkarut masalah yang membalutnya. Jika pada awalnya publik hanya menduga-duga, dengan begitu kasus muncul ke permukaan, semakin membuktikan “ada apa-apanya” di tubuh Polri.
Tak hanya di di Kaltim, di banyak tempat yang memiliki tambang, kasus serupa banyak terjadi, sehingga kasus tambang illegal tak lagi menjadi isu yang baru.
Kompas.id melaporkan, Jaringan Advokasi Tambang Kaltim mencatat terdapat 151 titik aktivitas tambang ilegal di Kaltim, tetapi hanya tiga kasus yang terpantau sedang dalam proses hukum hingga saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.