Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Mau Jadi Pemimpin yang Inovatif? Pahami Konsep "ABC Leadership"

Kompas.com - 05/11/2022, 14:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Budaya organisasi yang memiliki tingkat adaptabilitas tinggi menjadi sinyal bagi pemimpin untuk membawa organisasinya melesat lebih jauh. Tentu tidak mungkin menguatkan internal organisasi saja bisa membawa organisasi ke tingkat yang lebih tinggi.

Pemimpin harus membawa organisasinya untuk membuka diri dengan lingkungan luar. Karena itu, pemimpin harus melakukan dua hal.

Pertama, pemimpin perlu memperkaya organisasi dengan talenta-talenta dunia terbaik dari wilayah manapun. Mencari talenta terbaik semakin mudah berkat adanya platform yang memungkinkan organisasi mendapatkan talenta terbaik.

Talenta-talenta baru tersebut akan membawa kekayaan perspektif serta budaya baru yang memperkaya wawasan anggota tim. Tim pun akan menjadi lebih beragam dan inovatif.

Keberagaman dalam tim pun membawa manfaat besar bagi organisasi. Survei dari Harvard Business Review tahun 2018 menemukan bahwa perusahaan yang memiliki tim yang beragam akan meningkatkan pendapatan inovasi sebesar 19 persen.

Survei lain dari Catalyst tahun 2020 juga mengatakan bahwa ketika tim merasakan budaya yang inklusif, tim akan 49 persen lebih banyak dalam memecahkan masalah dan meningkatkan inovasi sebanyak 18 persen.

Kedua, pemimpin perlu bermitra dengan organisasi lain agar dapat mengakses lebih banyak sumber daya dan memperluas jangkauan. Selain akses dan perluasan, kemitraan juga membuat organisasi mampu menyebarkan manfaat dan nilai positif dari organisasinya.

Kemitraan juga akan menciptakan inovasi baru dari hasil pertukaran ide antar organisasi. Kita ambil contoh kemitraan yang dilakukan perusahaan IT Cisco dengan NGO Internasional Global Citizen. Beberapa tahun yang lalu, mereka berkolaborasi untuk mengakhiri kemiskinan pada tahun 2030.

Kolaborasi itu bermanfaat bagi kedua pihak. Cisco dapat menyalurkan teknologi Wi-fi, juga platform konten dan storytelling di wilayah Sub-sahara Afrika, Amerika Latin, Asia Tenggara, Amerika Utara, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, Global Citizen bisa memberikan daya bantuan dan mendapatkan ruang gerak yang lebih besar kepada mereka yang kurang beruntung.

Ada juga studi kasus lainnya dari kemitraan Grab Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), dan Konekin Indonesia yang terjalin tahun 2020. Ketiga organisasi ini memiliki misi yang selaras.

Grab Indonesia ingin menjadikannya dirinya platformnya lebih inklusif, termasuk untuk teman-teman disabilitas. Kemkominfo ingin memperkuat literasi digital kepada banyak orang. Konekin Indonesia adalah organisasi yang memberdayakan para disabilitas. Kemitraan ini membuat Grab, Kemkominfo, dan Konekin Indonesia mampu meningkatkan kapasitas teman-teman disabilitas.

Selain dua kasus di atas, beberapa minggu yang lalu, perusahaan mobil Mercedes-Benz bermitra dengan Microsoft agar mereka bisa melakukan produksi dengan lebih resilien, efisien, dan sustainable.

Mercedes-Benz memanfaatkan teknologi cloud dan artificial intelligence yang dimiliki Microsoft agar bisa memprediksi kesalahan dalam produksi sehingga bisa merespon lebih cepat. Microsoft pun dapat memperluas upayanya untuk mendemokratisasi teknologi dan mendapatkan akses data yang bisa dipelajari.

Baca juga: Mengurai Benang Merah “Leadership Gap Syndrome” dengan “Quiet Quitting” (Bagian I)

Kemitraan tersebut tidak bisa dilakukan jika pemimpin tidak memiliki pola pikir kolaboratif dan terbuka terhadap ide-ide baru. Kemitraan membuat organisasi mendapatkan akses sumber daya yang sebelumnya tidak bisa dimiliki, yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi.

Dengan melakukan kemitraan, organisasi dapat menjelajah teritori baru yang belum terjamah. Dari studi kasus Cisco, manfaat dari tools yang dibuat oleh karyawan Cisco bisa lebih berdampak dan berguna bagi banyak orang. Karyawan di Cisco pun akan memiliki alasan yang lebih kuat agar orang-orang bisa menikmati karya inovatif perusahaannya.

Kemitraan Grab Indonesia, Kemkominfo, dan Konekin Indonesia membawa dampak yang lebih luas kepada teman-teman disabilitas, di mana mereka bisa lebih berdaya.

Kerja sama Mercedes-Benz dan Microsoft pun juga mendemokratisasi penggunaan teknologi dan data serta mengefisiensikan operasional.

Menjadi katalisator (Catalyst)

Kemudian, ketika organisasi sudah terbiasa melakukan kemitraan, akan terbentuk sebuah jaringan interdependen yang terdiri dari beragam organisasi. Setiap organisasi di dalam jaringan tersebut akan saling bergantung satu sama lain karena kekuatan mereka saling melengkapi.

Ini sama seperti perdagangan dunia di mana komponen di laptop kita saja bisa berasal dari berbagai negara. Artinya, ada ekosistem yang berhasil dibuat oleh pemimpin. Ekosistem yang telah terbentuk ini harus pemimpin manfaatkan untuk mengakselerasi rekacipta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com