Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Nugroho Setiawan, Satu-satunya Orang Indonesia Pemilik Sertifikat Security Officer FIFA soal Tragedi Kanjuruhan

Kompas.com - 03/10/2022, 18:00 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com - Pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) menjadi duka mendalam bagi sepak bola Indonesia.

Setelah pertandingan tersebut terjadi Insiden yang menewaskan setidaknya 125 orang. 

Ucapan duka cita datang tidak hanya dari penjuru negeri, namun juga dari seluruh penjuru dunia. 

Jumlah penonton yang melebihi kapasitas, ulah suporter yang turun merangksek ke lapangan hingga polisi yang menembakkan gas air mata ke tribun penonton menjadi rangkaian yang diduga memicu jatuhnya banyak korban. 

Baca juga: Fakta Tragedi Kanjuruhan, Update Jumlah Korban hingga Penyebabnya

Lalu, apa yang bisa kita pelajari dari insiden kelam tersebut? 

Nugroho Setiawan, Security Officer di Asian Football Confederation (AFC), yang sebelumnya menjabat sebagai Head of Infrastructure, Safety, and Security di PSSI memberikan pandangannya terkait kejadian tersebut. 

Nugroho merupakan satu-satunya orang Indonesia yang mengantongi lisensi sebagai Security Officer dari FIFA. Sehingga pemahamannya soal keamanan saat pertandingan sepak bola tidak diragukan. Sayangnya, sejak tahun 2020 Nugroho tidak lagi menjabat di PSSI.

“Ada situasi politik organisasi di mana saya harus menyingkir,” ujarnya.

Dikutip dari ABC, berikut ini wawancara Hellena Souisa dengan Nugroho Setiawan.

Apa reaksi Anda saat mengetahui tentang insiden di Kanjuruhan?

Saya menyesali sekali hal tersebut terjadi, karena sebenarnya semua itu bisa dikalkulasi dan diprediksi, kemudian dimitigasi. Ada satu mekanisme yang secara umum di manajemen adalah risk management untuk membuat suatu mitigation plan.

Mobil K-9 dibalik oleh supporter Aremania dalam kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).(KOMPAS.COM/Imron Hakiki) Mobil K-9 dibalik oleh supporter Aremania dalam kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).

Ada beberapa versi kronologi yang beredar seputar insiden itu. Apa yang seharusnya bisa diantisipasi dan dikalkulasi?

Saya bicara ini secara normatif ya, karena saya tidak ada di lokasi saat itu. Faktor penyebab itu bisa banyak hal.

Yang pertama ada tiga poin dalam penyelenggaraan pertandingan.

Poin yang kesatu adalah kesamaan persepsi pengamanan di antara semua stakeholder. Yang kedua adalah kondisi infrastruktur, ini harus dilakukan assessment. Yang ketiga adalah supporter behaviour itu sendiri yang harus kita engineering.

Ketiga aspek ini harus tersinkronisasi, dan ketika kita melakukan penilaian risiko atau risk assessment, kita akan akan menghasilkan sebuah rencana pengamanan yang disetujui bersama, jadi suatu agreed behaviour and procedure.

Nah, sinkronisasi ini mungkin yang tidak terjadi.

Mungkin ketika risk assessment dilakukan, kesimpulannya menjadi keputusan yang tidak populer, misalnya pertandingan dilakukan di siang hari, dengan pembatasan jumlah penonton, dan lain-lain. Pasti tidak populer dan tidak memenuhi aspek revenue.


Dari pengalaman Anda melakukan penilaian sepak bola Indonesia, apa ada semacam "penyakit yang berulang" dalam hal pengamanan?

Ya itu tadi, kesamaan persepsi, sampai hari ini belum tercapai. Ini merupakan suatu pekerjaan rumah untuk kita bersama.

Kemudian perilaku supporter. Kita harus sadari bahwa di FIFA ini sekarang ada safety, security dan juga services, karena sepak bola dilihat sebagai industri.

Istilah supporter juga sudah hampir ditiadakan. Yang ada adalah fans, penggemar, atau kalau ekstrem namanya altruist dan macam-macam.

Sebenarnya masalahnya itu-itu saja, dan usaha [perbaikan] ke arah situ sering terlupakan karena sibuk untuk menggelar pertandingan dan kompetisinya, mengejar klasemen, dan mengejar revenue barangkali ya.

Banyak pihak menyalahkan aparat karena menggunakan gas air mata yang jelas dilarang dalam aturan FIFA. Komentar Anda?

Kita tidak bisa langsung menyalahkan aparatnya karena peraturan FIFA ini kan dibuat senetral mungkin, segenerik mungkin untuk mengakomodasi seluruh kepentingan anggota asosiasi.

Ada 200 lebih sekarang anggotanya, setiap negara pasti berbeda pendekatannya.

Nah, kita bicara kewenangan public authority, dalam hal ini kepolisian, yang punya landasan hukum sendiri.

Sementara FIFA juga punya batasan. Ini harus dikomunikasikan. Mungkin komunikasi ini, kesamaan persepsi yang saya sampaikan tadi belum tercapai dengan baik.

Anda tadi menyebutkan perbedaan persepsi. Ini perbedaan persepsi antara siapa dengan siapa, dan biasanya apa perbedaannya?

Stakeholder pengamanan yang utama dalam hal ini kan Kepolisian negara, kemudian ada kepentingan dari industri sepak bola. Ini harus disamakan dulu.

Pendekatan polisi mungkin adalah criminal justice, sementara kalau di industri sepak bola adalah loss prevention.

Ini kan enggak ketemu nih, jadi ini harus dipertemukan. Pasti ada titik pertemuannya itu dan kesepakatannya harus dibuat.

Misalnya begini, pengamanan di kota-kota besar seperti Jakarta mungkin persepsinya sudah mendekati kesamaan, tapi mungkin enggak ideal kalau derby Jawa Timur diselenggarakan di Jakarta.

Padahal kesiapan otoritas publiknya mungkin sudah lebih siap, karena sudah terbiasa menghadapi event-event besar. Atau mungkin kita lakukan di Bali. Ini memang sesuatu yang tidak populer. Tapi kalau kita bisa duduk melakukan cost-benefit analysis, [keinginan] semuanya mungkin bisa kita akomodasi.

Ya memang tidak maksimal, mungkin revenue tidak seperti yang diharapkan tapi tetap ada, keamanan juga tercapai, dan yang terpenting tidak boleh ada korban jiwa.

Baca juga: 127 Tewas, Laga Arema FC Vs Persebaya Jadi Salah Satu Pertandingan Paling Mematikan dalam Sejarah

Halaman:

Terkini Lainnya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tren
5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

Tren
BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

Tren
90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

Tren
Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Tren
Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Tren
BMKG Deteksi Gangguan Magnet Bumi, Apa Dampaknya di Indonesia?

BMKG Deteksi Gangguan Magnet Bumi, Apa Dampaknya di Indonesia?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com