Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan: Fanatisme Sempit yang Kebablasan...

Kompas.com - 02/10/2022, 15:30 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pengamat sepak bola sekaligus Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali menyoroti tragedi kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam.

Kerusuhan terjadi setelah laga antara tim tuan rumah Arema FC vs Persebaya Surabaya berakhir untuk kemenangan tim tamu dengan skor 2-3.

Akmal menyebut, kerusuhan yang akhirnya membuat 150 lebih nyawa hilang sia-sia itu karena tindakan yang tidak tegas dan tidak preventif dari pelaku sepak bola Indonesia.

"Yang pertama adalah kasus ini terjadi karena adanya pelanggaran-pelanggaran, baik itu prosedural maupun SOP, regulasi, serta safety and security stadium regulation milik FIFA," ujarnya, kepada Kompas.com, Minggu (2/10/2022).

Baca juga: Sederet Kericuhan yang Pernah Mewarnai Arema dan Persebaya


Bukan rivalitas, tapi fanatisme sempit yang kebablasan...

Suasana di area Stadion Kanjuruhan,Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/9/2022) malam.KOMPAS.com/SUCI RAHAYU Suasana di area Stadion Kanjuruhan,Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/9/2022) malam.

Menurutnya, tragedi yang terjadi ini bukan terkait rivalitas suporter kedua tim.

Lanjut Akmal, kesepakatan pada laga Arema FC vs Persebaya Surabaya tanpa bisa dihadiri suporter tim tamu, yakni Bonek, telah dilakukan.

"Artinya, tragedi di Stadion Kanjuruhan bukan soal rivalitas, tapi soal fanatisme sempit yang kebablasan sehingga membuat banyak korban meninggal," kata dia.

Baca juga: Suporter Sering Berulah, Ada Apa dengan Sepak Bola Kita?

Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur

Sorotan Akmal juga tertuju pada penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian guna meredam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.

Semestinya, gas air mata tidak dapat digunakan sebagai alat pengamanan jalannya pertandingan sepak bola di dalam stadion.

"Lalu, terkait pihak kepolisian yang melaksanakan tugas atau pengamanan tidak sesuai prosedural dan melanggar FIFA safety and security stadium Pasal 19 poin b, di mana senjata api dan gas air mata tidak boleh masuk di sepak bola," tuturnya.

Namun, hal ini disebutnya juga menjadi kelalaian PSSI ketika melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian tidak menyampaikan prosedur terkait.

"Bahwa pengamanan sepak bola itu berbeda dengan pengamanan demo, tidak boleh ada senjata dan gas air mata yang masuk ke stadion," lanjutnya.

Baca juga: 127 Tewas, Laga Arema FC Vs Persebaya Jadi Salah Satu Pertandingan Paling Mematikan dalam Sejarah

Jumlah penonton melebihi kapasitas stadion

Suasana kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).KOMPAS.COM/Imron Hakiki Suasana kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).

Akmal menilai, terdapat pelanggaran prosedural lain yang cukup fatal, yakni jumlah penonton tidak sebanding dengan kapasitas stadion.

Di mana, lanjut Akmal, panitia pelaksana (panpel) Arema FC mencetak hingga 45.000 tiket untuk pertandingan yang berjuluk "Derby Jawa Timur" ini.

Bukan hanya itu, pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya juga digelar larut malam.

"Sudah beberapa kali Save Our Soccer menyampaikan bahwa PSSI dan LIB (Liga Indonesia Baru) harus merivisi ulang jadwal pertandingan sepak bola yang larut malam karena sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," bebernya.

Baca juga: Kerusuhan Kanjuruhan dan Efek Gas Air Mata

129 orang meninggal dunia 

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menyampaikan, jumlah korban jiwa akibat tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, bertambah menjadi 129 orang.

Khofifah menyampaikan hal itu saat berkunjung ke markas Polres Malang untuk menangani kerusuhan tersebut.

Menurutnya, dari 129 korban jiwa , dua di antaranya adalah anggota polisi, yakni anggota Polres Tulungagung dan Polres Trenggalek.

Keduanya diperbantukan dalam pengamanan pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya.

"Semua jenazah korban saat ini dievakuasi di beberapa rumah sakit di Kepanjen dan Kota Malang," kata Khofifah.

Baca juga: Ramai soal Anak Sekolah Disuruh Pakai Atribut Arema, Orangtua Protes

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com