Usai menjalani pemeriksaan selama 20 menit, penumpang baru diperbolehkan untuk meninggalkan pesawat.
Jenazah Munir pun diturunkan dan diurus otoritas bandara, kemudian dilakukan otopsi untuk mengetahui penyebab tewasnya.
Mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ini kemudian dimakamkan di kota kelahiran, Batu, Malang, Jawa Timur, pada 12 September 2004.
Dikutip dari Harian Kompas, 13 September 2004, hasil otopsi dari Institut Forensik Belanda (NFI) menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh Munir.
Baca juga: Mengenang 16 Tahun Wafatnya Munir, Pejuang Kemanusiaan
Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah dilakukan.
Diberitakan Harian Kompas, 19 Maret 2005, setengah tahun setelah Munir tewas, tim penyidik Mabes Polri baru menetapkan tersangka dan menahannya di Rumah Tahanan Mabes Polri.
Adalah Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot Garuda Indonesia yang menjadi tersangka pertama kasus pembunuhan Munir.
Selanjutnya, ada pula Direktur Utama PT Garuda Indonesia Indra Setiawan.
Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto.
Baca juga: Mengenang Munir dan Keabadian Perjuangannya...
Pengadilan juga memvonis Indra Setiawan dengan 1 tahun penjara karena dianggap menempatkan Pollycarpus sebagai extra crew di jadwal penerbangan Munir.
Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini.
Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.
Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.
Baca juga: 17 Tahun Kasus Munir: Kronologi dan Hasil Investigasi
Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur, pada 8 Desember 1965, pernah menjabat sebagai Ketua Dewan KontraS.