"Teror itu tergantung penafsiran kita sendiri. Kalau saya bilang saya dan keluarga takut, berarti si peneror berhasil menjalankan tugasnya." (Munir, 1965-2004)
KOMPAS.com - Hari ini 16 tahun yang lalu, pejuang kemanusiaan Munir Said Thalib meninggal dunia setelah diracun dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2020.
Munir merupakan satu dari sekian orang yang memilih jalan hidup untuk bersuara dan memperjuangkan hak asasi manusia (HAM), diberitakan Harian Kompas pada 5 September 2014.
Tinta sejarah telah mencatat betapa gigihnya perjuangan Munir dalam mengungkap kasus pelanggaran HAM besar.
Ia pernah melawan Komando Daerah Militer V Brawijaya untuk memperjuangkan kasus kematian Marsinah, aktivis buruh PT CPS Sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik dan mati.
Ia juga menyelidiki kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada masa reformasi 1997-1998.
Sederet kasus pelanggaran HAM, seperti penembakan mahasiswa di Semanggi (1998-1999) hingga pelanggaran HAM masa referendum Timor Timur (1999) menjadi catatan sejarah atas perjuangan Munir.
Baca juga: Cerita di Balik Museum HAM Omah Munir, Suciwati: Jadi Rumah Pepeling
Karena itu, ancaman dan teror sudah akrab buatnya.
Budiman Tanuredjo dalam artikelnya berjudul "Perginya Pahlawan Orang Hilang" yang dimuat di Harian Kompas pada 8 September 2004 mencatat, Munir pernah diancam akan dijadikan sosis oleh orang yang mengaku aparat keamanan saat membongkar kasus Marsinah.
Kendati demikian, Munir mengaku bukan seorang pemberani. Ia hanya menafsirkan segala teror yang dialaminya dengan cara yang berbeda.
"Teror itu tergantung penafsiran kita sendiri," kata Munir. "Kalau saya bilang saya dan keluarga takut, berarti si peneror berhasil menjalankan tugasnya," ucapnya.
Berkat perjuangannya itu, Munir meraih The Right Livelihood Award dari Yayasan Livelihood Award Jakob von Uexull, Stockholm, Swedia (2000).
Menariknya, uang ratusan juta rupiah yang didapatkan dari penghargaan itu ia serahkan kepada Kontras dan ibunda tercintanya.
Setahun sebelumnya, Munir juga pernah dinobatkan majalah Asiaweek sebagai salah satu dari 20 Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru (1999).
Pada 6 September 2004 pukul 21.55 WIB, Munir berangkat ke Belanda menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974.