KOMPAS.com - Dugaan kebocoran data dari kementerian atau lembaga di Indonesia kembali mencuat setelah ramai dibicarakan di media sosial.
"1,3 miliar data pendataran kartu SIM telepon Indonesia bocor!," tulis akun Twitter @SR****, dikutip Rabu (1/9/2022).
Akun itu juga mengatakan menurut penjual data tersebut didapatkan dari Kementerian Kominfo RI.
Warganet ramai-ramai "menyerang" Kominfo lewat Twit, tetapi pihak Kominfo menyatakan tidak memiliki data tersebut.
Melalui keterangan resmi sebagaimana dikutip Kompas.com, (1/9/2022), Kominfo mengaku telah melakukan penelusuran internal, terkait dugaan kebocoran data tersebut.
Mereka membantah sumber kebocoran data SIM card dari internalnya dan menampik klaim kebocoran data berasal dari internal kementerian, berdasarkan hasil dari pengamatan yang tersebar di media sosial tersebut.
"Dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak berasal dari Kementerian Kominfo. Kementerian Kominfo sedang melakukan penelusuran lebih lanjut terkait sumber data dan hal-hal lain terkait dengan dugaan kebocoran data tersebut," lanjutnya.
Begini analisis dari ahli atau pakar keamanan siber mengenai dugaan kebocoran data tersebut:
Baca juga: Kominfo Bantah Kecolongan 1,3 Miliar Data Registrasi SIM Prabayar
Pakar keamanan siber yang juga Chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha, menjelaskan bahwa kebocoran tersebut diunggah Selasa siang, 31 Agustus oleh anggota forum situs breached.to dengan nama identitas 'Bjorka' yang juga membocorkan data riwayat pelanggan Indihome beberapa waktu lalu.
Pengunggah tersebut juga memberikan sample data sebanyak 1,5 juta data.
"Jika diperiksa, sample data yang diberikan tersebut memuat sebanyak 1.597.830 baris berisi data registrasi sim card milik masyarakat Indonesia. isinya berupa NIK (Nomor Induk Kependudukan), nomor ponsel, nama provider, dan tanggal registrasi," kata Pratama dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Kamis (1/9/2022)
"Penjual juga mencantumkan harga sebesar 50.000 dollar atau sekitar 700 juta rupiah dan transaksi hanya menggunakan mata uang kripto," lanjutnya.
Pratama mengemukakan, data pastinya berjumlah 1.304.401.300 baris dengan total ukuran mencapai 87 GB.
Ketika sampel data dicek secara acak dengan melakukan panggilan beberapa nomor, maka nomor tersebut masih aktif semuanya.
Artinya dari 1,5 juta sampel data yang diberikan merupakan data yang valid.