"Untuk mengecek apakah data kita termasuk kedalam 1,5 juta sampel data yang dibagikan atau tidak, bisa menggunakan situs www.periksadata.com dengan memasukkan nomor ponsel," ujar Pratama.
Baca juga: Puluhan Ribu Data Pegawai Kemenkumham Diduga Bocor, Begini Penjelasannya
Terkait sumber data yang bocor, menurut Pratama masih belum jelas.
Meski dari pihak Kominfo, Dukcapil, maupun Operator seluler membantah bahwa data itu dari server mereka, namun Pratama meragukan.
"Masalahnya saat ini hanya mereka (Kominfo, Dukcapil, Operator seluler) yang memiliki dan menyimpan data ini. Kalau Operator Seluler sepertinya tidak mungkin, karena sample datanya lintas operator.
Ia pun menyarankan untuk melakukan audit dan investigasi digital forensic untuk mengetahui sumber kebocoran data tersebut.
"Jalan terbaik harus dilakukan audit dan investigasi digital forensic untuk memastikan kebocoran data ini dari mana. Sangat mustahil jika data yang bocor ini tidak ada yang mempunyainya," tutur Pratama.
Dia menambahkan jika melihat sampel data yang semuanya dari operator, seharusnya hanya Kominfo yang memilikinya. Hanya saja hal tersebut perlu dipastikan.
Sementara itu jika data tersebut benar, artinya semua nomor ponsel di Indonesia sudah bocor baik itu sim card prabayar maupun pascabayar.
Baca juga: Penjelasan Kemenkumham soal Dugaan Kebocoran Data Pribadi 85.000 Pegawainya
Jika data tersebut digabungkan dengan data-data yang sudah bocor sebelumnya akan sangat berbahaya menurut Pratama, karena bisa menjadi data profil lengkap dan rawan terjadi penipuan.
Dia kembali mengingatkan perlu adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
“Dengan kondisi di Indonesia yang belum ada UU Perlindungan Data Pribadi, sehingga tidak ada upaya memaksa dari negara kepada penyelenggara sistem elekntronik (PSE) untuk bisa mengamankan data dan sistem yang mereka kelola dengan maksimal atau dengan standar tertentu. Akibatnya banyak terjadi kebocoran data, namun tidak ada yang bertanggungjawab, semua merasa menjadi korban," kata Pratama.
Pratama melanjutkan, ancaman peretasan ini sudah diketahui secara luas, jadi seharusnya PSE melakukan pengamanan maksimal.
Misalnya, menggunakan enkripsi/penyandian untuk data pribadi masyarakat atau paling tidak melakukan pengamanan maksimal demi nama baik lembaga atau perusahaan.
Dia mengambil contoh di Uni Eropa denda bisa mencapai 20 juta Euro untuk setiap kasus penyalahgunaan dan kebocoran data pribadi masyarakat.
Baca juga: Penjelasan BIN soal Adanya Dugaan Kebocoran Data Pribadinya
BSSN juga harus masuk lebih dalam pada berbagai kasus kebocoran data di tanah air, minimal menjelaskan ke publik bagaimana dan apa saja yang dilakukan berbagai lembaga publik yang mengalami kebocoran data akibat peretasan.
"Karena selama ini selain tidak ada sanksi yang berat, karena belum adanya UU PDP, pasca kebocoran data tidak jelas apakah lembaga bersangkutan sudah melakukan perbaikan atau belum," katanya.
Jadi publik perlu tahu, dan bila ini terus terjadi maka dunia internasional akan meningkat ketidakpercayaan pada Indonesia. Padahal Indonesia kini 'pemimpin' G20, jangan sampai ajang G20 nanti dihiasi kebocoran data," terang Pratama.Ramai Dugaan Miliaran Data SIM Card Bocor, Ini Analisis Pengamat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.