Hal ini karena bahan dasar pembuatan mi adalah gandum, sementara Indonesia tak memiliki lahan gandum.
Oleh karena itu, Indonesia harus memenuhi kebutuhan gandum melalui kebijakan impor.
Menurutnya, Indonesia pada awalnya mengimpor biji gandum dari Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari program bantuan pangan AS.
"Karena gandum diimpor masih berupa biji, maka dibangunlah PT Bogasari untuk menggiling (biji gandum) menjadi tepung gandum. Mungkin masyarakat mengira bahwa gandum masih berasal dari USA saja atau tepung gandum disamakan dengan tepung beras, yang praktis ditanam di Indonesia," jelas Catur, dikutip dari Kompas.com, 21 Juli 2022.
Baca juga: 9 Negara Larang Ekspor Gandum, Jokowi Perintahkan Segera Kembangkan Bahan Pangan Penggantinya
Ia mengatakan, sebagian besar gandum menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, impor dari Australia.
Sekitar 25 persen berasal dari Ukraina. Meski hanya 25 persen, tetapi hal ini berakibat kenaikan harga gandum tanah air meningkat signifikan.
"Mudahnya saja kalau harga gandum Ukraina naik 20 persen dan kita masih menggunakan 25 persen untuk produk mi, maka berarti biaya produksi naik 5 persen," jelas dia.
Apalagi menurutnya hal ini dibarengi dengan naiknya harga-harga barang lain.
"Nah, apakah harga gandum Ukraiana saja yang naik, biasanya tidak, yang lain ikut naik, karena kalau hanya gandum Ukraina saja yang naik harganya, trader akan mencari gandum yang lebih murah," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.