KOMPAS.com - Hari ini 77 tahun lalu, tepatnya 6 Agustus 1945, Amerika Serikat (AS) menjatuhkan bom atom di kota Hirosima, Jepang.
Bom atom tersebut kemudian menewaskan sekitar 140.000 orang dan memberikan efek radiasi yang bertahan selama bertahun-tahun.
Pada kala itu, AS dan Jepang terlibat pada konflik Perang Dunia ke-II dengan mengikuti kubu yang berbeda.
AS, Ingris, Perancis, Uni Soviet, dan China tergabung dalam blok sekutu. Sedangkan Jepang, Jerman dan Italia berada dalam blok sentral.
Dikutip dari History, bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima tersebut ternyata belum dapat membuat Jepang menyerah.
AS kemudian kembali menjatuhkan bom atom di Kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945 dan akhirnya membuat Jepang menyerah.
Kaisar Jepang Hirohito mengumumkan penyerahan tanpa syarat negaranya dalam Perang Dunia ke-II pada 15 Agustus 1945.
Baca juga: Alami Ledakan Nuklir, Kenapa Hiroshima-Nagasaki Bisa Dihuni, tapi Chernobyl Tidak?
Sebelum Perang Dunia Ke-II terjadi pada 1939, sekelompok ilmuwan AS prihatin terhadap penelitian senjata nuklir yang dilakukan oleh Nazi Jerman.
Pada 1940, AS mulai mendanai program pengembangan senjata atomnya sendiri setelah masuk ke dalam Perang Dunia ke-II.
Proyek rahasia tersebut kemudian diberinama dengan nama kode "Proyek Manhattan" dengan dipelopori oleh Korps Insinyur Angkatan Darat AS.
Selama beberapa tahun berikutnya, para ilmuwan yang dipimpin oleh J. Robert Oppenheimer bekerja untuk mengubah uranium dan plutonium menjadi bom atom.
Akhirnya pada 16 Juli 1945, Proyek Manhattan mengadakan uji coba bom atom pertamnya di Alamogordo, New Mexico.
Disaat yang sama dengan uji coba bom atom pertama AS, pihak sekutu telah berhasil melumpuhkan Jerman di Eropa.
Mengetahui rekannya telah kalah, Jepang tetap berjuang mempertahankan wilayahnya di Pasifik.
Dalam posisi yang terjepit membuat perlawanan Jepang kepada pihak sekutu menjadi lebih mematikan.