Fahmy menjelaskan, konsumen BBM non-subsidi juga harus membiasakan diri dengan naik turunnya harga minyak ini.
Sebab menurutnya masyarakat harus dibiasakan bahwa harga BBM non-subsidi tersebut fluktuatif yang variabel penentunya itu harga minyak dunia.
"Kalau di luar negeri kadang-kenaikan perubahan harga setiap hari itu sudah biasa bagi konsumen," jelas dia.
Baca juga: Pertamina: Kenaikan Harga Pertamax Turbo dkk Tidak Menutup Kerugian Penjualan Pertamax
Di sisi lain, Fahmy juga menekankan bahwa Pertamina juga harus konsisten. Artinya apabila harga minyak dunia turun tajam, maka Pertamina juga harus menurunkan harga BBM.
Terlepas dari itu, Fahmy menyebut kenaikan harga BBM non-subsidi ini tidak akan mempengaruhi inflasi.
"Menurut saya tidak memengaruhi inflasi, karena proporsi konsumen bbm non subsidi kan cuma 5 persen," ujarnya.
Sebelumnya, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menjelaskan, kenaikan BBM non-subsidi ini mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dunia atau ICP.
Hingga Juli 2022, harga rata-rata ICP mencapai 106,73 dollar AS per barrel, lebih tinggi 24 persen dari harga Januari 2022.
Kendati demikian, Irto menyebut kenaikan harga BBM non-subsidi ini tidak bisa menutupi kerugian dari penjualan Pertamax.
Sebab, angka kerugian dari penjualan Pertamax sangat besar.