Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

Otak Smartphone dan Virtual Insanity

Kompas.com - 10/06/2022, 11:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Masih berhubungan dengan smartphone, saya teringat pernah membaca buku karangan Anders Hansen berjudul "Otak Smartphone", yang aslinya diterbitkan di Swedia dan diterjemahkan ke bahasa Jepang.

Ada dua hal dalam buku tersebut yang saya rasa menarik untuk diangkat kembali. Alasannya, saya kira dua hal ini bisa dipakai sebagai dasar ketika menjelaskan beberapa peristiwa heboh yang terjadi di Indonesia.

Hal pertama adalah tentang multitasking.

Otak manusia sebenarnya tidak mempunyai fungsi untuk melakukan pekerjaan multitasking seperti komputer.

Sehingga, jika Anda pernah melihat ada orang yang dapat melakukan banyak pekerjaan sekaligus, sebenarnya itu bukan multitasking. Dia hanya mengalihkan konsentrasi dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain.

Saat orang bermain smartphone, biasanya dia membuka banyak aplikasi. Contohnya Chrome untuk membaca berita atau informasi terbaru dari berbagai macam portal berita.

Kemudian Whatsapp ketika mengobrol atau membaca obrolan group. Lalu Facebook (Meta) digunakan ketika ingin mengintip status teman atau mantan.

Sesekali membuka Instagram untuk posting menu makan siang atau sekadar membagikan sesuatu yang unik.

Ketika orang bermain smartphone, sebenarnya dia tidak melakukannya secara multitasking. Akan tetapi hanya mengalihkan konsentrasi dari satu aplikasi ke aplikasi lain.

Itulah sebabnya, amat berbahaya jika Anda bermain smartphone sambil berjalan, atau bahkan sambil menyetir mobil! Pemusatan perhatian yang terpecah atau berpindah-pindah dapat mengancam keselamatan diri sendiri, sekaligus orang lain.

Kebiasaan berganti dari satu aplikasi ke aplikasi lain, atau lebih tepatnya mengalihkan konsentrasi dari satu hal ke hal lain, juga bisa mengakibatkan menurunnya kemampuan dan fungsi otak.

Orang jadi mudah lupa, dan kurang dapat memusatkan pikiran akan hal-hal penting dan esensial.

Heboh kenaikan harga naik ke Candi Borobudur adalah contoh pas untuk hal ini. Karena kurang memusatkan perhatian, maka ada masyarakat (termasuk media) yang menganggap harga "masuk" ke area Borobudur sedang dipertimbangkan naik menjadi sebesar Rp 750.000 bagi wisatawan lokal.

Padahal kalau kita cermati postingan Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan di Instagram, di sana jelas tertulis kata "naik", bukan "masuk".

Karena menghabiskan hari-hari banyak bermain smartphone, maka orang menjadi tidak jeli bahwa naik (berjalan secara vertikal dari bawah ke atas) itu jelas berbeda dengan masuk (berjalan secara horizontal) ke area Borobudur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com