Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Elon Musk dan "Dress Code"

Kompas.com - 22/05/2022, 05:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini tersebar berita menarik tentang Elon Musk yang hanya mengenakan kaus oblong ketika menerima kunjungan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi).

Sudah terlalu banyak komentar berbagai pihak, baik yang positif dan terutama yang negatif atas kaus oblong Elon Musk.

Saya tidak akan membahasnya lagi dan hanya akan menceritakan sedikit saja tentang dress code atau tata busana berkait dengan kaus oblong.

Pada tahun 1950-an, terutama di Jakarta, cukup banyak dijumpai orang asing yang selalu tampil rapi dengan jas dan dasi, terutama dalam pertemuan yang bersifat formal.

Simbol orang bule seakan-akan melekat sebagai orang yang makmur hidupnya ditandai dengan penampilan dengan jas dan dasi.

Penampilan yang sering disebut sebagai netjes dalam bahasa Belanda atau necis dalam bahasa Indonesia.

Baca juga: Dress Code Batik di Sidang DK PBB, Hormat untuk Pemerintah RI...

Sementara di sisi lain, penampilan orang Indonesia, yang ketika itu pada umumnya banyak disebut sebagai kaum “melarat” dengan trade mark-nya, adalah hanya mengenakan kaus oblong hitam dan dekil.

Kaus oblong hitam dekil ketika itu dikenal sebagai dress code-nya abang-abang tukang becak, tukang loak, orang melarat, kuli dan lain sebagainya.

Pendek kata, orang bule relatif tampak selalu berpenampilan netjes, sementara orang Indonesia pada umumnya tampak kumuh dengan hanya mengenakan kaus oblong.

Kira-kira dalam dua atau tiga dekade belakangan ini berkat kemajuan yang cukup pesat terjadilah perubahan.

Dengan perbaikan ekonomi, maka banyak orang Indonesia sudah mampu tampil dengan berbusana jas dan dasi, berpakaian netjes bak orang bule.

Sementara itu, justru bermunculan orang bule yang banyak tampil sudah tidak netjes lagi. Mereka mengenakan celana pendek, sandal jepit, dan kaus oblong dekil.

Baca juga: Ketika Jokowi Dipuji Warga Malaysia, Pakai Sepatu Lokal Temui Elon Musk..

Gambaran selintas ini dapat diterjemahkan bahwa dulu waktu kita melarat, seolah kita berjuang keras untuk mencapai kemakmuran sampai kemudian mampu berpakaian netjes.

Sementara orang bule, mungkin seolah-olah terkesan dengan dress code kita yang santai dengan hanya berkaus oblong, padahal itu terjadi karena belum memiliki cukup kemampuan memiliki jas dan dasi.

Mereka terinspirasi mengubah gaya berpakaian dengan hanya menggunakan kaus oblong dibanding susah-susah mengenakan jas dan dasi.

Jadi yang terjadi adalah orang bule terpengaruh oleh gaya berpakaian santai dengan hanya kaus oblong, sementara kebanyakan dari kita bersusah payah berjuang agar dapat juga berpakaian jas dan dasi.

Dress code atau tata busana memang memegang peranan penting terutama dalam penampilan sebagai refleksi dari status sosial seseorang secara individu dan atau kelompok.

Dengan mengenakan jas dan dasi rasanya orang akan jauh lebih dihargai dibanding dengan mereka yang hanya mengenakan kaus oblong.

Untuk tidak memunculkan kemungkinan salah kostum, maka biasanya pada undangan-undangan resmi selalu akan disebut pakaian apa yang harus dikenakan atau dress code.

Demikian pula pada sesi pertemuan antara orang-orang penting biasanya dress code ini dirundingkan terlebih dahulu antarperwakilan masing-masing.

Hal ini tentu saja untuk mencegah kejadian yang mengundang potensi “salah tingkah” atau lebih runyam lagi menjadi salah terima yang bisa saja akan berujung rusaknya hubungan.

Siapa yang menghormati siapa.

Dress code memang sangat berkait dengan sikap menghargai satu dengan lainnya. Sebagai contoh ilustrasi jenaka alias cerita lucu-lucuan dari hal ini adalah sebagai berikut:

Suatu ketika Gubernur California mendapat undangan untuk menghadiri ulang tahun komunitas kelompok kaum Nudis. Sebuah pertanyaan besar, pakaian apa yang akan dikenakan oleh Sang Gubernur.

Untuk acara resmi tentu saja seorang gubernur akan mengenakan pakaian standar jas dan dasi.

Akan tetapi pada sesi acara yang khusus seperti HUT kaum nudis tentu saja dipandang berpakaian jas dan dasi kurang tepat.

Demikianlah maka Sang Gubernur memutuskan untuk menghargai pihak pengundang dengan bergabung dalam HUT kaum nudis menyesuaikan diri datang tanpa busana.

Begitu tiba di lokasi perayaan HUT kaum nudis, turun dari kendaraannya betapa kagetnya Sang Gubernur menyaksikan semua kaum nudis termasuk panitia penyambutannya semua mengenakan jas dan dasi karena ingin menghormati Sang Gubernur.

Sementara Gubernur yang ingin menghormati eksistensi kaum nudis sudah terlanjur datang menyesuaikan diri dengan dress code kaum nudis sehari-hari, yaitu tanpa busana. Sayangnya tidak diceritakan kelanjutan dari acara peringatan HUT kaum nudis tersebut.

Kembali pada topik bahasan tentang Elon Musk yang “hanya” mengenakan kaus oblong ketika menerima Presiden Indonesia, kiranya ilustrasi di atas dapat membantu semua pihak untuk menilai sendiri mengenai opini dan persepsi yang berkembang liar selama ini tentang siapa yang menghormati siapa.

Baca juga: Melihat Cara Berpakaian Elon Musk Saat Temui Jokowi, Luhut, dan PM India

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com