Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Permasalahan Geng Motor Sulit Teratasi?

Kompas.com - 27/04/2022, 18:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belum lama ini, media sosial diramaikan dengan video seorang bapak dibacok geng motor di Medan hingga meninggal di depan anak dan istrinya.

Insiden itu terjadi pada Rabu (24/4/2022) ketika korban memboncengkan istri dan dua anaknya di Jalan M Ilyas, Kelurahan Martubung, Kecamatan Medan Labuhan sekitar pukul 23.40 WIB.

Dalam rekaman video yang viral di media sosial, korban sempat terlihat tertatih-tatih dan minta tolong kepada warga sebelum akhirnya jatuh ke dalam parit.

Sementara istrinya menggendong salah satu anaknya yang berusia 3 tahun. Belakangan diketahui jika istri dari Retno Suwito, sang korban, dalam kondisi hamil.

Korban menghembuskan napas terakhirnya di RS Bhayangkara Medan, beberapa jam usai kejadian.

Dilansir dari Kompas.com, Selasa (26/4/2022), enam dari delapan pelaku geng motor tersebut masih di bawah umur.

Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan pasal 338 tentang pembunuhan. Sementara tersangka di bawah umur yang terlibat dalam kasus ini akan mengikuti peradilan anak yang berlaku.

Keberadaan geng motor yang meresahkan warga, bukan barang baru di Indonesia. Namun, masalah ini tak kunjung terselesaikan.

Baca juga: 8 Anggota Geng Motor yang Tewaskan Retno Suwito Ditangkap, 6 Orang Masih di Bawah Umur

Kriminolog Universitas Padjajaran Yesmil Anwar mengatakan, ada beberapa faktor mengapa eksistensi geng motor yang kerap meresahkan ini sulit diberantas.

Faktor pertama adalah kegagalan keluarga dalam memberikan dan memaknai kasih sayang kepada anak.

Fenomena yang terjadi saat ini sebagian besar disebabkan karena orang tua yang terlalu permisif, sehingga dengan mudahnya memberikan izin anak di bawah umur untuk menggunakan motor.

Padahal, usia minimal seseorang boleh menggunakan motor adalah 17 tahun.

"Lalu juga ruang mereka untuk melakukan kegiatan ekspresi diri melalui motor ini kan tidak ada dan memang tidak disiapkan," kata Yesmil kepada Kompas.com, Rabu (27/4/2022).

Ia menjelaskan, usia remaja merupakan fase ketika seseorang gemar mengekspresikan diri.

Terlebih, mereka baru keluar dari pembatasan yang terjadi selama dua tahun akibat pandemi Covid-19 di Indonesia.

Baca juga: Korban Tewas Geng Motor di Medan Sempat Minta Tolong Sebelum Jatuh ke Parit

Kondisi ini diperburuk dengan pihak sekolah yang juga membiarkan siswanya membawa motor, meski belum cukup umur.

"Jadi ini ekspresi yang terlalu bebas. Mereka (remaja) tidak tahu memegang aturan yang mana, mereka juga jadi kehilangan sistem norma yang harus dipegang. Penegak hukumnya juga lemah," ujar dia.

Dengan permasalahan yang luas ini, ia menyebut terlalu naif jika hanya menumpukan proses pemberantasan kepada pihak kepolisian saja.

Menurutnya, harus ada gerakan-gerakan terstruktur yang dilakukan selain oleh polisi di hilir, yaitu oleh orang tua, pendidik, dan tokoh masyarakat di hulu.

"Sistem keamanan-keamanan berbasis RT/RW juga harus dikuatkan, karena dimulainya kan daerah hulu. Saya kasian polisi, seolah-olah ketiban pulung, harus mengejar-ngejar geng motor," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com