Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Memaafkan Berdasarkan Sudut Pandang Psikologi

Kompas.com - 26/04/2022, 05:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Winda Widya Hasanah dan Riana Sahrani*

HARI Raya Idul Fitri atau biasa kita sebut Lebaran merupakan hari kemenangan dan penuh berkah khususnya untuk umat Muslim.

Setelah beberapa tahun terakhir situasi pandemi menyebabkan masyarakat harus membatasi interaksi sosial dan tidak bisa merayakan Lebaran seperti biasanya, namun pada Lebaran tahun 2022, akhirnya masyarakat dapat kembali mudik ke kampung halaman dan berkumpul dengan kerabat terdekat.

Pada hari Lebaran, tradisi ‘halalbihalal’ pasti akan dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Biasanya orang saling mengunjungi kerabat terdekatnya, atau sekadar mengirim ucapan dan mengucapkan permintaan maaf pada satu sama lain.

Tradisi masyarakat Indonesia untuk saling meminta maaf merupakan simbol kemenangan umat Islam setelah sebulan berpuasa dan berusaha untuk kembali suci dengan memaafkan satu sama lain.

Demi menjadikan tradisi saling memaafkan ini menjadi perilaku yang benar-benar kita terapkan dalam kehidupan, mari kita pahami apakah memaafkan dan bagaimana manfaatnya.

Kita coba lihat memaafkan dalam sudut pandang ilmiah, topik memaafkan atau dalam literatur lebih sering disebutkan dalam istilah forgiveness.

Topik ini mulai marak sejak tahun 1998, yang menjadikan penelitian tentang bagaimana forgiveness dan spiritualitas berhubungan satu sama lain, telah berkembang belakangan ini.

Lawler pada tahun 2005 dalam Journal of Behavioral Medicine, mendefinisikan forgiveness sebagai respons kognitif, emosional, dan perilaku terhadap konflik interpersonal dan telah dikaitkan dengan indeks kesehatan mental dan fisik.

Menurut Davis pada tahun 2012, dalam jurnal Psychology of Religion and Spirituality, forgiveness terjadi karena individu percaya bahwa jika mereka tidak memaafkan, maka hal ini akan merusak hubungannya dengan Tuhan, atau hal ini merupakan salah satu perintah agama.

Lijo pada tahun 2018, dalam journal of psychology & psychotherapy menyebutkan bahwa ketika individu mendapatkan perilaku tidak adil atau tidak menyenangkan dari orang lain, individu akan mengembangkan berbagai tanggapan dalam menghadapi masalah interpersonal tersebut dengan pembalasan aktif atau pasif, dan menyimpan dendam.

Reaksi negatif terhadap pelaku dan menolak untuk memaafkan juga mungkin dipelajari sebagai bagian dari kebutuhan bertahan hidup atau kebutuhan kekuatan manusia.

Forgiveness adalah kualitas individu yang mencari pertumbuhan untuk dirinya sendiri. Individu sebagai manusia memiliki kapasitas untuk memilih forgiveness, bukan reaksi negatif terhadap pelaku yang berbuat salah.

Pargament dan Rye pada tahun 2022 dalam jurnal American Psychological Association menyebutkan forgiveness merupakan strategi koping religius transformasional yang dapat menawarkan alternatif menarik dan efektif untuk menghadapi peristiwa tidak adil yang terjadi dalam hidup.

Forgiveness melibatkan kesediaan untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku negatif terhadap pelaku, sehingga menjadi perspektif lebih damai, yang mencakup kemanusiaan, berempati, dan menilai kembali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Tren
Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Begini Kata Ahli UGM

Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Begini Kata Ahli UGM

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com