Dilansir dari Kompas.com (17/5/2021), Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) sekaligus Executive Secretary ASEAN Study Center UI Shofwan Al Banna mengatakan, penghapusan hak veto bisa saja dilakukan.
Namun, pihaknya menggarisbawahi bahwa penghapusan tersebut bisa dilakukan asalkan kelima negara yang memiliki hak veto bersama-sama sepakat untuk melepasnya.
Kendati demikian, akan sulit bagi negara-negara pemegang hak veto untuk mau melepasnya begitu saja.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: PBB Didirikan, Bagaimana Awal Mulanya?
Shofwan melanjutkan, seruan untuk menghapus hak veto atau bahkan upaya reformasi di dalam tubuh PBB tidak pernah padam.
Upaya reformasi dalam tubuh PBB sendiri terbagi menjadi dua aliran, yakni aliran idealis dan aliran realistis.
Negara yang beraliran idealis, menginginkan agar PBB harus bisa direformasi termasuk penghapusan hak veto lantaran sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Baca juga: Indonesia Kembali Jadi Anggota Dewan HAM PBB, Apa Peran Pentingnya?
Sementara negara dengan aliran realistis, ingin melakukan penyesuaian lantaran konstelasi dunia yang sudah berubah.
Menurut negara aliran ini, saat ini bukan hanya lima negara pemegang hak veto saja yang kuat.
“Kalaupun saja hak veto dihapuskan, konsekuensi yang ditanggung dunia ke depan bisa sangat bermacam-macam. Tapi isu penghapusan hak veto masih relevan hingga saat ini,” tutur Shofwan.
Baca juga: Sejarah Berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 24 Oktober 1945
(Sumber: Kompas.com/Danur Lambang Pristiandaru | Editor: Danur Lambang Pristiandaru)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.