Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Meraba-raba Makna Logika

Kompas.com - 31/12/2021, 13:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keabsahan cuti menstruasi dan cuti hamil hanya bisa dipahami dengan logika gender perempuan sementara tuntutan kaum lelaki atas cuti menghamili menjadi absurd apabila dipaksakan dengan menggunakan logika gender lelaki maupun perempuan apalagi wadam.

Tentang apa yang disebut sebagai kehidupan juga nisbi terkait pada tafsir berdasar logika planet bumi atau logika planet lain yang jelas sangat tidak mustahil akibat sangat beda satu dengan lainnya.

Logika surga dan neraka berdasarkan pemahaman agama Timur Tengah beda dengan pemahaman agama Asia dan Afrika.

Dalam berdebat lazimnya para pendebat yakin bahwa logika yang benar adalah logika dirinya sendiri bukan logika lawan debatnya maka dalam berdebat sebenarnya mustahil ada yang kalah selama tidak ada yang sudi mengalah.

Bingungologi

Bagi yang ingin dan berani makin bingung tentang apa yang disebut sebagai logika silakan mempelajari pemikiran Aristoteles, Leibniz, Boole, Carroll, Cantor, Frege, Russel, Hilbert, Goedel, tentang logika.

Pemikiran para mahapemikir Barat tentang logika ternyata saling beda satu dengan lainnya, mirip sekelompok tunanetra berusaha mendefinisikan bentuk seekor gajah tergantung bagian tubuh gajah yang sedang mereka raba. Yang sedang meraba ekor bilang gajah kecil, yang meraba perut bilang gajah besar, yang meraba belalai bilang gajah panjang, yang meraba telinga bilang gajah tipis.

Sadar atas kedangkalan daya pikir apalagi daya tafsir diri sendiri maka saya memilih untuk mematuhi ajaran ayah dan ibu saya agar saya berpikir secara tidak perlu sok muluk-muluk keren akademis seperti “logika” tetapi cukup sederhana saja yaitu “nalar”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com