Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Pandemi Covid-19 di Indonesia Sudah Terkendali? Ini Kata Epidemiolog

Kompas.com - 21/12/2021, 07:00 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia disebut sudah terkendali.

Seperti yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoninfo) dalam unggahan Instagram @kemenkominfo, Senin (20/12/2021).

"Data menunjukkan bahwa kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia terkendali," demikian dituliskan akun Instagram Kominfo dalam unggahannya.

Dari unggahan tersebut disebutkan bahwa kasus aktif 0,12 persen, jauh di bawah rata-rata global yang ada di 8,10 persen.

Jumlah kasus aktif turun hampir 100 persen jika dibandingkan dengan jumlah kasus di masa puncak infeksi.

Kemudian, kasus konfirmasi harian rata-rata 208 kasus dengan tren menurun. Angka reproduksi virus di seluruh pulau di bawah nilai 1 (Rt < 1).

Persentase kesembuhan mencapai 96,49 persen dan angka kematian yang rendah, yakni 3,37 persen.

Lantas, benarkah pandemi Covid-19 di Indonesia sudah terkendali?

Baca juga: Luhut Sebut Covid-19 di RI Terkendali, Benarkah? Ini Kata Epidemiolog

Penjelasan epidemiolog

Pakar epidemiologi Griffith University Dicky Budiman menyebutkan patokan-patokan yang dapat dijadikan acuan untuk menyebut apakah pandemi dapat dikatakan terkendali atau belum.

Ada 3 kriteria, mulai dari kriteria epidemiologi, kriteria sistem kesehatan, dan kriteria surveilan kesehatan masyarakat.

Untuk kriteria epidemiologi terdiri dari hal-hal berikut:

  • Penurunan minimal 50 persen selama 3 minggu sejak puncak terakhir dan penurunan berkelanjutan insidensi kasus konfirmasi dan probable yang teramati
  • Kurang dari 5 persen sampel positif Covid-19 minimal selama 2 pekan terakhir, dengan asumsi bahwa surveilans kasus suspek sudah komprehensif
  • Kurang dari 5 persen sampel positif Covid-19 minimal selama 2 pekan terakhir di antara influenza-like-illness yang dites di sktus-situs surveilans sentinel
  • Minimal 80 persen kasus berasal dari daftar kontak dan dapat dikaitkan drngan klaster yang diketahui
  • Penurunan jumlah kematian pada kasus konfirmasi dan kemungkinan selama 3 pekan terakhir
  • Penurunan berkelanjutan jumlah perawatan di rumah sakit dan IGD atas kasus konfirmasi dan kemungkinan selama 2 pekan terakhir
  • Penurunan angka kematian tambahan sesuai kelompok umur akibat pneumonia

Baca juga: Nasib Penanganan Pandemi di Tengah Kontestasi

Belum bisa dikatakan terkendali

Dengan melihat indikator-indikator yang ada, Dicky belum bisa mengatakan kondisi pandemi di Tanah Air sudah terkendali.

Alasannya, karena capaian baik dalam hal apa pun harus bisa dipertahankan dan stabil dalam kurun waktu tertentu.

"Berbicara terkendali itu ada ukurannya, dalam hal ini misalnya satu bulan, trennya itu bukan naik turun, progresnya bagus, juga semua indikator itu bersinergi atau saling mendukung," jelas Dicky.

Dia mencontohkan, di tengah test positivity rate menurun di bawah 1 persen dan angka reproduksi di bawah 1, cakupan testing harus terus dipertahankan tinggi.

"Ini terjadi di Indonesia, ikutan turun testing-nya. Itu tidak memperkuat jadinya," sebut dia.

Selain itu, hal krusial lain adalah asal dari satu kasus infeksi harus bisa diketahui.

"Kita juga harus memastikan kemampuan kita mendeteksi, kemampuan tracing tracking kita, kasus yang dilaporkan jelas dari sini. Ini (Indonesia) enggak. Belum seperti itu," jelas dia.

Baca juga: Apakah Pandemi Covid-19 di Indonesia Masih Terkendali? Simak Jawabannya

Hal itu menjadi alasan transmisi komunitas Indonesia di level paling rendah dalam parameter yang digunkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Jadi belum lah disebut seperti itu (terkendali). Bahkan Australia yang sering di level 1-2 nya WHO, enggak lah, enggak begitu," ungkap Dicky.

"Walau pun ada negara bagiannya seperti Quensland yang selalu di level 1-2, tapi tidak bisa disebut seperti itu (terkendali), karena naik turun, sebulan berubah lagi." pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Muncul Kabar Dita Karang dan Member SNSD Ditahan di Bali, Ini Penjelasan Imigrasi

Muncul Kabar Dita Karang dan Member SNSD Ditahan di Bali, Ini Penjelasan Imigrasi

Tren
10 Mata Uang Terkuat di Dunia 2024, Dollar AS Peringkat Terakhir

10 Mata Uang Terkuat di Dunia 2024, Dollar AS Peringkat Terakhir

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com