Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Apa Itu Merkuri dan Bahayanya bagi Kesehatan

Kompas.com - 19/11/2021, 06:05 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merilis produk kosmetik yang mengandung merkuri dan tersebar di Indonesia pada Jumat (12/11/2021).

Produk kosmetik yang mengandung merkuri tersebut yakni:

  • Temulawak New Day & Night Cream Beauty Whitening Cream-Night
  • Natural 99 Vitamin E
  • HN
  • SP Special UV Whitening Cream
  • Pemutih Dokter
  • Diamond Cream
  • Ling Zhi Vitamin E
  • Night Cream SJ Sin Jung
  • Tabitha Daily Cream & Nightly Cream

Baca juga: Dokter Richard Lee, Kartika Putri, dan Sejumlah Hal yang Perlu Diketahui Seputar Skincare...

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by BPOM RI (@bpom_ri)

Kosmetik berbahan merkuri diketahui memang dapat membuat kulit putih dalam waktu singkat. Namun, penggunaan merkuri dalam jangka panjang dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan.

Oleh karena itu, masyarakat harus bijak dan pandai dalam memilih kosmetik agar tidak rugi nantinya.

Baca juga: Tips Memilih Skincare yang Baik, Apa Saja?

Mengenal apa itu merkuri 

Merkuri adalah jenis logam berat yang berbahaya dan sebaiknya dijauhkan dari tubuh.

Sifat merkuri tergolong toksik, tahan urai, dan dapat terakumulasi di dalam tubuh.

Merkuri bentuknya cair, berwarna perak, dan hanya menguap pada suhu tinggi minimal 375 derajat Celsius.

Merkuri juga dikenal dengan nama lain air raksa (Hg), yang bisa dicampurkan dengan logam lainnya dan mampu mengalirkan arus listrik sebagai konduktor.

Baca juga: Waspada Kosmetik Palsu, Ini Cara Cek Produk Berizin dari BPOM

Ilustrasi merkuri Ilustrasi merkuri

 

Dokter spesialis kulit Dedianto Hidajat mengatakan, merkuri adalah senyawa kimia yang salah satunya terdapat dalam bahan tambang batu bara.

Umumnya, bahan ini banyak dijumpai sebagai bahan di baterai, bohlam lampu, termometer, amalgam, otomotif, emisi sisa pembakaran batu bara, pengolahan emas, dan kerang atau udang yang air lautnya tercemar oleh limbah merkuri.

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa kandungan merkuri tidak boleh digunakan dalam produk kosmetik.

Baca juga: Memanfaatkan Penggunaan Kosmetik Kedaluwarsa, Bagaimana Caranya?

"Tidak boleh. Tidak ada satupun produk kosmetik jenis apa pun juga bahkan untuk pengobatan sekalipun untuk tujuan mencerahkan wajah," ujar Dedi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/11/2021).

Menurut dokter yang juga mengajar di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Mataram ini, penggunaan merkuri dalam kosmetik justru menimbulkan dampak yang lebih banyak ketimbang manfaatnya.

"Pada kulit yang terlalu lama menggunakan produk bermerkuri, kulit dapat mengalami kerusakan seperti mudah merah iritasi, bahkan bisa menghitam," lanjut dia.

Baca juga: Banyak Sampah Skincare di Rumah, Ini Solusinya...

Bahaya merkuri bagi kesehatan

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by BPOM RI (@bpom_ri)

Selain itu, Dedi juga menjelaskan mengenai apa saja bahaya kandungan merkuri dalam produk kosmetik.

  1. Keracunan, jika digunakan dalam dosis yang tinggi
  2. Kerusakan pigmen kulit
  3. Infeksi kulit
  4. Muncul scar (luka)
  5. Kerusakan organ dalam, seperti gagal ginjal
  6. Kerusakan pada sistem saraf, seperti kelelahan, tremor, neuropati, gangguan kecemasan, gangguan memori hingga depresi
  7. Penipisan kulit
  8. Terlihat pembuluh darah di kulit
  9. Kelainan pada bayi baru lahir (jika digunakan selama kehamilan)

Baca juga: INFOGRAFIK: Cara Cek Produk Makanan dan Kosmetik di BPOM

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com