Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Terancam Tenggelam, Menlu Tuvalu Bikin Pernyataan COP26 di Laut

Kompas.com - 08/11/2021, 13:00 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

Para ilmuwan memperkirakan Tuvalu bisa menjadi negara tidak layak huni dalam kurun waktu 50 hingga 100 tahun ke depan. Namun, penduduk setempat merasa kurun waktu itu bisa lebih cepat.

Program Pembangunan PBB mengklasifikasikan Tuvalu sebagai negara miskin sumber daya atau “negara kurang berkembang” yang “sangat rentan” terhadap dampak perubahan iklim.

Tanah yang keropos dan asin membuat wilayah tersebut sulit sekali ditanami. Tanah keropos dan dasin ini merusak tanaman pokok pulaka dan menurunkan hasil panen berbagai buah dan sayuran. Pulaka adalah makanan pokok khas Tuvalu atau di sekitar Pulau Pasifik.

Sejak naiknya air laut yang mencemari persediaan air, Tuvalu sekarang benar-benar bergantung pada air hujan.

Bahkan jika penduduk setempat bisa menanam dengan sukses, mereka tidak memiliki cukup air hujan di musim kemarau untuk mengairi tanaman.

Baca juga: Mengenal Perubahan Iklim, Cara Mengetahui, dan Dampaknya bagi Manusia...

Rusaknya terumbu karang

Menurut National Geographic, 13 Februari 2015, pulau-pulau di Tuvalu, tersebar di lebih dari 500.000 mil persegi sepanjang laut khatulistiwa di antara Hawaii dan Australia.

Negara kepulauan ini tampak begitu tipis dan sangat rendah. Tinggi pulaunya tidak lebih dari 15 kaki di atas permukaan laut, sehingga mudah membayangkan negara ini tersapu ombak begitu saja.

Total luas kepulauannya hanya sekitar 26 kilometer persegi, dengan populasi penduduk sekitar 11.700 orang.

Ahli geomorfologi pesisir Selandia Baru dari Fakultas Lingkungan Universitas Auckland, Paul Kench dan rekan-rekannya di Australia dan Fiji, telah mempelajari bagaimana pulau-pulau karang di Pasifik dan Samudra Hindia menanggapi naiknya permukaan laut.

Selain kerusakan yang ditimbulkan oleh kenaikan permukaan laut itu sendiri, ada faktor lain yang perlu diperhatikan, seperti erosi pantai, banjir dari permukaan, dan intrusi air asin ke dalam tanah dan air tanah.

Pulau-pulau di wilayah Pasifik, menurutnya, akan mengalami cuaca ekstrem yang semakin sering dan parah, serta matinya terumbu karang di lautan.

Faktor lain yang mengancam pulau ini adala pemanasan dan pengasaman, yang mengarah pada potensi keruntuhan ekosistem laut yang menyediakan makanan dan mata pencaharian bagi penduduk pulau.

Ia menyoroti wilayah Tepuka dan merupakan salah satu dari segelintir pulau di Ibu Kota Tuvalu, Funafuti yang menyusut.

Di sisi laut pulau, tebing tanah berpasir setinggi satu meter di atas vegetasi menunjukkan bagaimana gelombang air laut menyapu daratan.

Kench berpendapat, penyusutan daratan ini karena abrasi di satu sisi pulau, akresi di sisi lain, dengan seluruh pulau bergeser pada platform terumbu mereka sebagai respons terhadap angin, ombak, dan perubahan permukaan laut.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com