Tidak ada diskriminasi soal vaksin di Eropa. Italia setidaknya. Saya membuktikannya lewat terbitnya visa.
Saat memasuki Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 24 Oktober 2021 malam, tidak ada antrean. Lengang cenderung kosong.
Saat check-in, antrean tidak panjang. Proses menjadi lama karena verifikasi sejumlah tambahan dokumen oleh pihak maskapai penerbangan.
Saat pengecekan sebelum boarding, meskipun kita diwajibkan selalu mamakai masker, saat bertemu petugas imigrasi yang memastikan keberangkatan kita, masker harus dilepas.
Petugas imigrasi hendak memastikan, foto di paspor sama dengan wajah pemegang paspor yang separuhnya ditutup masker. Tiga kali kesempatan ini harus dilakukan sebelum masuk pesawat.
Transit di Dubai, Uni Emirat Arab sebelum ke Roma suasana ramai. Tidak ada gerai di dalam bandara yang tutup. Ini berbeda suasananya dengan Soekarno-Hatta yang hampir semua gerai tutup.
Jika penerbangan dari Jakarta ke Dubai terisi sekitar 60 persen saja, penerbangan dari Dubai ke Roma nyaris penuh. Jarak berupa kursi kosong antarpenumpang tidak berlaku.
Nyaris seperti penerbangan sebelum pandemi. Bedanya hanya masker yang wajib dikenakan selama ada di dalam pesawat kecuali saat makan yang kerap. Ada camilan, ada makan besar juga.
Pesawat mendarat di Bandara Fiumicino, Roma, Senin (26/10/2021) siang. Tidak ada pemeriksaan kedatangan satu per satu dan kewajiban melakukan PCR ulang di lokasi.
Petugas yang tidak banyak jumlahnya, hanya memeriksa dokumen penumpang secara acak saja.
Saya tidak kena pemeriksaan tambahan secara acak tersebut dan melenggang lekas keluar bandara seperti mayoritas penumpang lainnya. Pemeriksaan suhu badan sekalipun tidak ada.
Roma, pada 25 Oktober 2021 saat saya tiba statusnya putih alias status paling aman. Status di atasnya adalah kuning, oranye, dan merah.
Italia masih menutup akses wisatawan dari negara lain, termasuk dari Uni Eropa. Ada aturan karantina 14 hari untuk warga Uni Eropa dan wilayah Schengen yang hendak masuk Italia.
Namun, karena saya masuk tidak untuk kepentingan wisata dan hanya dibatasi maksimal lima hari, saya terbebas dari kewajiban karantina.
Begitu juga dengan semua teman dari berbagai negara dalam program saya di Roma.
Oya, di Vatikan dan Roma Italia, adalah kesempatan tak terduga saya untuk diundang sebagai jurnalis untuk program dialog antariman yang disponsori KNA-Promedia Foundation.
Ada 16 jurnalis yang terseleksi dan diundang. Satu gagal datang ke Italia karena terkendala visa.
Para jurnalis itu berasal dari Eropa (Jerman, Perancis, Ukraina), Asia (Indonesia, Pakistan, Myanmar), dan Afrika (Nigeria).
Soal apa yang kami lakukan secara rinci untuk program ini, di kolom lain akan saya ceritakan. Tentu saja sebelum berangkat ke Yerusalem untuk program yang sama tahun 2022.