Sejak Jokowi nyinggung soal pungli di pelabuhan, langsung tidak ada sama sekali" (Abu Amar, 50 tahun, sopir truk)
KOMPAS.com - Demikian yang disampaikan Abu Amar, seorang sopir truk ekspedisi asal Lamongan, saat berbagi cerita kepada Kompas.com, Kamis (16/9/2021).
Pungutan liar alias pungli merupakan salah satu "penyakit" laten di banyak tempat pelayanan publik, termasuk pelabuhan.
Namun, Abu menyebut praktik pungli di pelabuhan kini telah lenyap setelah "disentil" oleh Presiden Joko Widodo beberapa bulan yang lalu.
Biasanya, Abu mengantar barang ke Samarinda atau Sampit melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, setidaknya satu kali dalam sepekan.
Menurut Abu, Pelabuhan Tanjung Perak kini memiliki wajah yang jauh berbeda dibandingkan 2004 lalu, saat pertama kali ia menjadi sopir ekspedisi.
"Dulu amburadul, tapi sekarang penataan parkiran, muatan, sudah ada tempat masing-masing. Kalau dulu kan campur aduk dengan kapal Pelni," jelas Abu.
Menurut dia, manajemen cuaca di pelabuhan juga membuat potensi kecelakaan kapal semakin berkurang.
Abu mengatakan, banyak truk terguling dan tenggelam karena kapal menghantam ombak besar, sebelum adanya manajemen cuaca.
"Sering truk guling 5-10 dari kapal, karena tetap berangkat saat cuaca buruk. Sekarang ada peringatan warna oranye, kapal sudah tidak boleh berangkat," ujar dia.
Soal calo, Abu mengaku tak pernah lagi menemuinya di pelabuhan. Para calo secara perlahan menghilang sejak jumlah armada kapal semakin banyak.
"Kalau dulu tidak bisa beli tiket langsung ke kantor pelayaran, pasti lewat calo. Jadi seumpama kapal isi 20, itu sudah diborong calo semua. Selisih harganya sampai Rp 500.000-an," kata Abu.
Meski dalam kondisi pandemi Covid-19, tuntutan pekerjaan membuat Abu harus bekerja di luar rumah dengan segala risikonya.
Akan tetapi, kata dia, proses screening di Pelabuhan Tanjung Perak yang begitu ketat membuat kekhawatirannya berkurang.
"Hidung saya sudah sering dicolok (swab) ini, Mas. Kalau hasilnya positif (Covid-19) ya enggak boleh masuk pelabuhan. Jadi aman," kata dia.