Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com – Di media sosial beredar narasi yang menyebutkan bahwa Singapura melakukan otopsi terhadap jenazah korban Covid-19.
Dalam narasi itu, disebutkan pula bahwa Covid-19 bukan virus, melainkan bakteri yang terpapar radiasi yang dapat mengentalkan darah hingga menyebabkan kematian.
Melalui akun Facebook-nya, Kementerian Kesehatan Singapura menyatakan informasi ini tidak benar.
Informasi dengan narasi Singapura melakukan otopsi jenazah Covid-19 salah satunya dibagikan oleh akun ini.
Dalam narasi yang dibagikannya, Singapura disebut tidak mengikuti prosedur WHO dan menggunakan aspirin untuk pasien terkonfirmasi positif Covid-19.
Berikut narasi selengkapnya:
“Singapura menjadi negara pertama di dunia yang melakukan otopsi (post-mortem) pada jenazah Covid-19. Setelah penyelidikan menyeluruh, ditemukan bahwa Covid-19 tidak ada sebagai virus, tetapi bakteri yang terpapar radiasi dan mengentalkan darah hingga menyebabkan kematian manusia.
Telah ditemukan penyakit Covid-19 menyebabkan penggumpalan darah yang dapat menyebabkan darah manusia menggumpal dan menyebabkan darah vena menggumpal, sehingga membuat orang sulit bernafas karena otak, jantung, dan paru-paru tidak bisa mendapatkan oksigen sehingga menyebabkan orang meninggal dunia. segera.
Untuk mengetahui penyebab kekurangan energi pernapasan, dokter di Singapura tidak mengikuti prosedur WHO, tetapi melakukan otopsi untuk COVID-19. Dokter membuka lengan, kaki, dan bagian tubuh lainnya setelah pemeriksaan cermat dan menemukan bahwa pembuluh darah melebar dan dipenuhi gumpalan darah, menghalangi aliran darah dan mengurangi aliran oksigen. Di dalam tubuh, dapat menyebabkan kematian pasien. Mengetahui penelitian ini, Kementerian Kesehatan Singapura langsung mengubah rencana pengobatan Covid-19 dan mengonsumsi aspirin untuk pasien positifnya. Saya mulai mengonsumsi 100 mg dan Imromac. Hasilnya, pasien mulai pulih dan kesehatannya mulai membaik. Kementerian Kesehatan Singapura mengevakuasi lebih dari 14.000 pasien dalam satu hari dan memulangkan mereka.
Setelah periode penemuan ilmiah, dokter di Singapura menjelaskan pengobatannya, dengan mengatakan bahwa penyakit ini adalah tipuan global, "tidak lain adalah pembekuan darah (blood clots) dan perawatan di pembuluh darah.
Tablet antibiotik, Anti inflamasi, dan Minum antikoagulan (aspirin). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit tersebut dapat diobati. Menurut ilmuwan Singapura lainnya, ventilator dan unit perawatan intensif (ICU) tidak pernah diperlukan. Perjanjian untuk efek ini telah diumumkan di Singapura. China sudah mengetahui hal ini, tetapi tidak pernah mengeluarkan laporan,”
Narasi yang sama juga diunggah oleh sejumlah akun lainnya, di antaranya akun ini.
Dari penelusuran Kompas.com, informasi yang menyebut bahwa Singapura melakukan otopsi pada jenazah Covid-19 dan hasilnya menunjukkan Covid-19 bukan karena virus melainkan karena bakteri yang terpapar radiasi adalah tidak benar.
Bantahan mengenai informasi ini disampaikan melalui akun resmi Facebook Kementerian Kesehatan Singapura.
“Kami menyadari sebuah pesan yang beredar bahwa Singapura telah melakukan otopsi terhadap pasien COVID-19, dan dugaan perubahan protokol perawatan. Konten tersebut dikaitkan dengan Kementerian Kesehatan, Singapura.
Ini TIDAK benar.
FAKTA - Singapura belum melakukan otopsi seperti itu. Pesan tersebut menyatakan informasi palsu tentang patofisiologi infeksi COVID-19, yang tidak ditanggung oleh bukti-bukti saat ini. Versi awal dari pesan beredar ini, yang menyebutkan Rusia daripada Singapura, juga telah diungkapkan sebagai tidak benar.