ANGKA kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat hari-hari belakangan ini. Bahkan Indonesia sempat mencatatkan jumlah kasus harian terbanyak juga kematian harian terbanyak mengatasi India.
Baca juga: Update Corona 13 Juli: Angka Kasus dan Kematian Harian Indonesia Terbanyak di Dunia
Di sisi lain, masih saja ada yang tidak percaya keberadaan virus mematikan ini dengan beragam argumen dan sudut pandang. Mulai dari musisi Jerinx yang sudah dipenjara dan kini dilaporkan kembali hingga dokter Lois Owein yang jadi tersangka penyebaran berita bohong.
Baca juga: Polisi Tetapkan Dokter Lois sebagai Tersangka Kasus Penyiaran Berita Bohong soal Covid-19.
Bagi masyarakat kebanyakan, berseliwerannya ragam penyikapan atas bencana Covid-19 ini tentu telah, sedang, dan akan terus menebalkan kebingungan.
Pada umumnya, meruaknya wabah penyakit adalah sesuatu yang menakutkan, mengerikan, merasa tak berdaya, dan membiakkan kecemasan akut bagi sebagian besar orang.
Terlebih kabut ketidakjelasan masa depan makin pekat. Kecemasan diperkaya kebingungan dan ketidakpastian, dibumbui spekulasi dan kekalutan, serta disebar-luaskan secara masif melalui beragam kanal media, baik media sosial maupun media mainstream.
Absurditas makin mekar. Ketiadaan dari suatu kenyataan, kejelasan dan kepastian dapat dikatakan sebagai absurditas menurut filsuf dan novelis kelahiran Aljazair, Albert Camus.
Absurditas berada tepat di tengah jalinan kontradiksi. Ia akan tampak saat kontradiksi terus diolah oleh nalar dan ketika nalar tidak dapat menyatukan dan/atau merangkai hal–hal tersebut menjadi suatu pemahaman logis.
Dalam banyak kejadian, manusia memutuskan nilai dari akibat yang ditimbulkan. Namun, saat akibat dari kontradiksi tersebut belum dapat diolah oleh nalar maka absurditas lahir tepat di antaranya.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa absurditas mustahil berada di luar manusia dan dunianya. Ia mengikat manusia dengan dunianya, berinteraksi intens tanpa putus. Misalnya, saat realitas dan idealisme bertabrakan.
Saat bertemu dengan sesuatu yang dianggap absurd, manusia pertama-tama akan mencari kebenaran atau kesalahan dari kondisi tersebut. Manusia akan mencari kepentingan yang terlihat ditawarkan oleh suatu kenyataan.
Apabila nalar belum menemukan jawaban, maka manusia itu mengambil tambahan data melalui akibat yang muncul dari kondisi tersebut.
Data dan pertanyaan dapat terkumpul dari apa yang didapat secara inderawi (empiris) untuk kemudian diolah oleh nalar (rasio).
Obyek yang menjadi pergulatan manusia dapat berupa suatu keadaan nyata, jelas, pasti yaitu realitas atau sebaliknya. Di saat jawaban belum ditemukan, absurditas tercipta.
Kendati demikian, kita tak perlu selalu alergi dengan absurditas karena ia tidak selalu bernilai negatif.
Absurditas bisa jadi hadir sebagai sesuatu yang bernilai positif karena dari rasa cemas itulah manusia dapat mempertanyakan identitas dirinya dan menyadari bahwa dirinya ada bersama yang lain, bukan subjek tunggal yang superior dan bisa bertindak semaunya.