KOMPAS.com - Kasus Covid-19 di Indonesia masih terus mengalami kenaikan hingga Rabu (19/5/2021).
Data Satgas Covid-19 per Selasa,18 Mei 2021, total kasus Covid-19 di Tanah Air saat ini mencapai 1.748.230 kasus.
Sementara, angka kematian akibat Covid-19 mencapai 48.477. Sejauh ini tercatat ada 87.514 kasus aktif Covid-19.
Baca juga: Penumpang KRL Kini Wajib Pakai Baju Lengan Panjang, Memangnya Efektif?
Kasus aktif ialah pasien yang masih terkonfirmasi positif virus corona, dan menjalani perawatan di rumah sakit atau isolasi mandiri.
Meski penularan terus meluas dan orang-orang mulai menunjukkan gejala, tetapi masih banyak pihak yang tidak mau memeriksakan diri.
Orang-orang takut jika dinyatakan positif Covid-19, ruang geraknya dibatasi atau mendapat stigma dari masyarakat.
Baca juga: Daftar Terbaru Daerah yang Masuk Zona Merah dan Hijau Covid-19 di Indonesia, Mana Saja?
Berikut ini beberapa twit tentang takut periksa meski bergejala:
Setelah gejala lain terasa sampe anosmia. Bukannya periksa, tp mereka cukup beli obat warung aja buat atasi flu. Bukan gak sadar, mereka tau kalo itu gejala covid. Tp mereka trll takut buat di"covid"kan. Gak mau ruang geraknya terbatas.
— ???? (@how2lvmyself1st) April 26, 2021
ada yang batuk lumayan parah, diminta periksa takut :))
— Adity N Fachri (@adtynf) April 21, 2021
~
nanti tuh ada masa nya, mungkin dia akan menyesal karena jadi carrier covid untuk orang terdekat dia :))
Baca juga: UPDATE Corona 19 Mei: 10 Negara Kasus Tertinggi | Pasien Covid-19 India Dirawat di Bawah Pohon
Mengapa lebih baik periksa saat bergejala Covid-19?
Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman mengungkapkan menurut proyeksinya saat ini masyarakat Indonesia yang terinfeksi mencapai lebih dari 80 persen dan mereka memilih untuk mengobati secara mandiri di rumah.
"Lebih dari 80 persen sekarang proyeksinya, mengobati sendiri di rumah," ujar Dicky pada Kompas.com, baru-baru ini.
Padahal, menurutnya masyarakat perlu memeriksakan diri ke dokter karena Covid-19 bukanlah penyakit yang bisa dianggap remeh.
"Bahkan yang tidak bergejala pun bisa mengalami kerusakan organ minimal paru dan jantung pada 50 persennya," ungkapnya.
Baca juga: Simak 3 Gejala Baru Covid-19, dari Anosmia hingga Parosmia
Selain itu, kata Dicky, ada potensi penurunan kualitas jangka panjang. Lalu ada juga efek jangka panjang lainnya yaitu long Covid-19.
"Nah ini kenapa perlu deteksi dini, karena ini masalah kualitas manusia ke depan," tutur Dicky.
Dihubungi terpisah, epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo menjelaskan peran aktif dari kedua belah pihak dibutuhkan, tak hanya dari masyarakat yang mau diperiksa.