Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Konflik di Myanmar dan Solusi untuk Meredakannya...

Kompas.com - 12/03/2021, 19:46 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, komunitas internasional sebenarnya sudah memiliki keinginan untuk menghentikan konflik berdarah yang terjadi di Myamnyar.

Akan tetapi, menurutnya, keinginan untuk menghentikan konflik di Myanmar itu terkendala oleh aturan-aturan yang berlaku dalam konteks hukum internasional.

"Seperti ASEAN, terbentur pada Piagam ASEAN. Khususnya pasal 2 ayat 2, di mana negara ASEAN tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri anggota ASEAN," kata Hikmahanto, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/3/2021).

Baca juga: Daftar Negara dengan Militer Terkuat di Dunia 2021, Indonesia Juara 1 di ASEAN, 20 Besar di Dunia

Sementara itu, terkait penerjunan Dewan Keamanan PBB untuk menyelesaikan konflik di Myanmar, Hikmahanto mengatakan hal itu berbenturan dengan tugas dari Dewan Keamanan itu sendiri.

"Karena Dewan Keamanan PBB itu bertugas untuk hal-hal yang terkait kalau ada ancaman dunia, perdamaian dunia, dan konflik yang antar negara, kira-kira seperti itu," ujar Hikmahanto.

Perlu ada utusan khusus

Menilik perkembangan situasi di Myanmar, Hikmahanto mengusulkan, de-eskalasi konflik bisa dimulai dengan pengiriman special envoy atau utusan khusus, baik dari ASEAN maupun dari Indonesia.

"Special envoy yang tidak mempunyai kedudukan di pemerintahan. Tidak mempunyai jabatan," kata Hikmahanto.

Baca juga: Ramai soal Senam Ampun Bang Jago Saat Kudeta Militer di Myanmar, Ini Cerita Pengunggahnya...

Dia menjelaskan, special envoy yang diutus ke Myanmar tidak boleh memiliki jabatan di pemerintahan, karena hal itu bisa dinilai sebagai legitimasi terhadap pemerintahan junta milter Myanmar.

Sebelumnya, rencana kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi ke Myanmar harus dibatalkan, karena mendapat penolakan dari masyarakat Myanmar yang menentang junta militer.

Hikmahanto mengatakan, penolakan tersebut muncul karena kedatangan Menlu Retno Marsudi, dinilai oleh pihak yang kontra militer Myanmar sebagai bentuk legitimasi terhadap pemerintahan Tatmadaw.

Baca juga: 6 Negara yang Pernah Alami Kudeta Militer, Mana Saja?

Apa saja tugas special envoy?

Hikmahanto mengatakan, special envoy nantinya bertugas untuk menemui pihak-pihak yang terlibat sengketa di Myanmar, untuk mengetahui apa yang menjadi permasalahan dan apa yang diinginkan.

"Karena begini, kalau situasi di Myanmar sekarang ini, kan kemarin boleh dibilang ada proses demokratisasi. Jadi sudah merasakan demokrasi itu seperti apa," kata Hikmahanto.

"Sehingga harus disampaikan, kalau junta militer masuk dan tidak segera mundur, itu perlawanan dari rakyat, people power akan terus, dan itu kalau junta militer masih keukeuh bertahan itu korban akan bermunculan," imbuhnya.

Dengan adanya special envoy, maka kepentingan-kepentingan berbagai pihak yang bersengketa di Myanmar akan lebih jelas, sehingga pemetaan solusinya pun menjadi lebih gamblang.

"Kalau special envoy ini bisa mendapat informasi-informasi seperti itu, kan bisa dicarikan jalan keluar," imbuhnya.

Baca juga: Myanmar Alami Kudeta Militer, Adakah Dampaknya bagi Indonesia?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com