Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Ramalan Megawati: Indonesia Terancam Kelaparan

Kompas.com - 03/03/2021, 15:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Siapa saja orang-orang dalam VOC di Nusantara?

Ricklefs, antara lain menuliskan seperti ini. VOC di Asia diisi orang-orang tidak bermutu, terutama menjelang runtuhnya. Ini disebabkan VOC sulit mendaptkan orang-orang terhormat yang punya keinginan menempuh karier berbahaya di Asia.

“VOC bukan hanya terdiri dari orang Belanda. VOC adalah orang-orang petualang, gelandangan, penjahat dan orang-orang bernasib buruk dari seluruh Eropa. Di dalam VOC, inefisiensi, ketidakjujuran, nepotisme dan alkoholisme.....”

Itulah VOC yang jago mempermainkan politik beras di Nusantara yang kemudian dilanjutkan oleh penjajah Pemerintah Belanda yang terwariskan dalam republik ini.

Di masa penjajahan setelah VOC gulung tikar, kolonial Hindia Belanda antara lain memperkenalkan produk-produk eksport seperti gula (tebu), kopi, cengkeh, nila, pala, teh dan seterusnya.

Tapi kolonial Belanda tetap berhati-hati dalam mengurangi sawah. Padi/beras tetap dipegang sebagai warisan dari VOC dan itu terus berlanjut sampai saat ini dengan berbagai permasalahannya.

Permasalahan beras ini menimpa Soharto menjelang karier di Angkatan Darat mulai menanjak. Di tahun 1956-an, ketika menjadi Panglima Tentara Terotorium (TT) IV di Jawa Tengah, bersama Bob Hasan mendatangkan atau impor beras dari Singapura dengan cara barter dengan gula.

“Ditengah-tengah saya mengikuti pendidikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, diisyukan bahwa saya adalah koruptor beras, memperkaya diri dari barter gula. Sampai-sampai saya dipanggil pimpinan Angkatan Darat.......,” demikian kata Soeharto dalam buku otobiografinya, Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, yang diterbitkan tahun 1989.

Tapi Soeharto selamat dari kemelut impor beras dari Singapur itu, sampai jadi presiden selama 32 tahun.

Kini barang ajaib dalam masalah dunia politik dan ekonomi bukan hanya beras, tapi ada minyak, asuransi, emas, listrik dan seterusnya. Barang dan hal ajaib ini sering berkaitan erat dengan korupsi.

Maka ketika saya menulis artikel ini, artikel Ketua Umum PP Muhammadiyah 1998 - 2005, Ahmad Syafii Maarif (Buya), judul Republik Sapi Parah, dimuat di harian Kompas, Sabtu 27 Frebuari 2021 halaman 6. Ia menyebut VOC dan republik ini, masa kini.

“Di antara warisan terbusuk VOC untuk Indonesia merdeka adalah tindakan kriminal korupsi,” ujar Buya. “....Menurut laporan itu, ada anak perusahaan dari sebuah BUMN yang telah berbuat keji dalam tempo lama. Mereka merekayasa anak perusahaan itu agar terlihat legal, demi keuntungan pribadi dan kelompoknya. Kerugian negara, mencapai ratusan milyar dollar AS.....” Demikian cuplikan-cukplikan kalimat Buya.

“Apa yang terjadi di DPR sebagai lembaga tinggi negara yang kabarnya terkorup tidak dibicarakan di sini,” kata Buya lagi.

Selasa pagi, 2 Maret 2021, saya kontak Buya yang ada di Sleman, Yogyakarta.

"Buya artikel itu bagus,” kata saya.

“Maturnuwun,” jawab Buya di antara ratusan kata dalam kontak telepon kami itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com