KOMPAS.com - Bahasa ibu atau bahasa asli mengalami ancaman kepunahan setiap harinya.
Menurut data Unesco, setiap dua minggu sebuah bahasa menghilang dengan membawa seluruh warisan budaya dan intelektual.
Setidaknya 43 persen dari sekitar 6.000 bahasa yang digunakan di dunia terancam punah.
Hanya beberapa ratus bahasa yang benar-benar diberi tempat dalam sistem pendidikan dan domain publik, dan kurang dari seratus bahasa digunakan di dunia digital.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Bahasa Asli Alaska, Eyak Punah
Keberadaan bahasa ibu dirampas oleh bahasa asing yang memfasilitasi serta menjamin perdagangan yang sukses dan meningkatkan ekonomi.
Masyarakat multibahasa dan multikultural hadir melalui bahasa mereka yang menyebarkan dan melestarikan pengetahuan dan budaya tradisional secara berkelanjutan.
Hari Bahasa Ibu Internasional diperingati setiap tahun untuk mempromosikan keragaman bahasa dan budaya serta multibahasa.
Baca juga: Berikut 4 Aplikasi untuk Belajar Bahasa Saat Terjebak di Rumah
Melansir Indiana Express, Sabtu (20/2/2021), protes yang terjadi untuk menentang pemaksaan bahasa Urdu pada 21 Februari 1952 di Pakistan Timur (sekarang Bangladesh) menjadi cikal bakal adanya Hari Bahasa Ibu Internasional.
Protes yang dilakukan oleh mahasiswa itu memunculkan gerakan bahasa Bengali di Bangladesh.
Mengutip Twitter Balai Bahasa, aksi itu dilakukan para mahasiswa dari Universitas Dhaka.
Mereka protes karena bahasa Urdu dideklarasikan sebagai bahasa resmi Pakistan.
Baca juga: Masker Pintar Buatan Jepang, Bisa Terjemahkan 8 Bahasa Termasuk Indonesia