Meski demikian Rhorom mengatakan, kemungkinan satelit milik Telkom tersebut hancur.
"Kemungkinan besar terbakar dan hancur," ujar Rhorom dihubungi Kompas.com, Sabtu (20/2/2021)
Baca juga: Lapan Analisis Banjir di Sukabumi melalui Satelit Penginderaan Jauh, Ini Hasilnya
Rhorom mengatakan, misalkan tersisa,, kemungkinan massa yang tersisa hanya 10-40 persen dari masa awal atau sekitar 400 kg. Dan itu pun, imbuhnya tidak menjadi satu bagian (terpecah menjadi puing-puing).
"Good practice pembuatan satelit memang menyaratkan satelit tahan getaran saat peluncuran, tapi mudah hancur dan terbakar saat masuk ke atmosfer," kata dia.
Mengutip Kompas.id, satelit Telkom-3 diluncurkan pada 7 Agustus 2012 dari bandar antariksa Rusia, Kosmodrom Baikonur di Kazakhstan.
Satelit tersebut kemudian diluncurkan bersama dengan satelit Express MD-2 milik Rusia menggunakan roket peluncur Proton-M.
Sayangnya, saat peluncuran terjadi gangguan pembakaran di bagian atas roket yang disebut dengan Briz-M (Breeze-M) yang membuat kedua satelit gagal mencapai orbit.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pluto Ditemukan, Bagaimana Karakteristiknya?
Mengutip dari laman resmi Lapan, jatuhnya satelit Telkom-3 diperkirakan memiliki resiko korban jiwa yang amat rendah, yakni sekitar 1:140000.
Pertimbangan utama perkiraan resiko tersebut adalah distribusi populasi manusia di muka bumi tahun 2021 serta inklinasi orbit Satelit Telkom-3.
Nilai resiko tersebut jauh di bawah ambang yang mengkhawatirkan.
Sebagai contoh, negara seperti Amerika Serikat menggunakan ambang 1:10000.
Baca juga: Angka Kemiskinan Indonesia Naik, Ini Data Per Provinsi
Satelit Telkom-3 memiliki berat 1.903 kilogram.
Awalnya satelit tersebut akan ditempatkan di orbit geostasioner di ketinggian 35.401 km dari bumi pada 118 derajat bujur timur atau di atas Selat Makassar.
Akan tetapi masalah pada roket peluncur kemudian membuat satelit hanya berada pada ketinggian 266 km hingga 5.013 km dari bumi.