Dalam teorinya, kondisi ini dinamakan spiral of silent.
Pada mulanya, teori itu digunakan di media konvensional, yakni mampu mengerucutkan satu pendapat ketika media besar ikut campur dalam satu pendapat.
"Misalnya kita ngomong soal film Ada Apa Dengan Cinta ini bagus apa enggak, publik berpendapat bebas, ada yang bagus, ada yang jelek," jelas dia.
"Kemudian media masuk, bagi mereka yang berselera tinggi, film Ada Apa Dengan Cinta ini sangat menarik. Publik kemudian akan ikut pada pendapat media," sambungnya.
Baca juga: Memaknai Unggahan Ngopi Moeldoko, Sindirian untuk Demokrat?
Hari ini, apa yang dimainkan oleh media konvensional itu dimainkan oleh buzzer. Artinya, pengguna buzzer lebih senang jika pendapat itu mengerucut ke satu muara.
Akibatnya, tercipta sebuah kondisi yang seakan-akan muncul dukungan terhadap pihak tertentu. Namun, semua ini masih dalam kategori alamiah.
Buzzer menjadi tidak alamiah dan berbahaya ketika melakukan penggiringan pendapat disertai dengan intimidasi dan doxing.
Baca juga: Ramai soal Kasus Eiger dan Mengenal Apa Itu Doxing...