Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Militer Myanmar Kembali Blokir Akses Internet di Tengah Aksi Anti-Kudeta

Kompas.com - 07/02/2021, 18:58 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemblokiran akses internet skala nasional terjadi di Myanmar, Sabtu (6/1/2021) pukul 10.00 waktu setempat. Konektivitasnya turun hingga 54 persen.

Organisasi pemantau hak digital, keamanan siber, dan tata kelola internet NetBlocks, memperkirakan, pemblokiran akses internet ini berkaitan dengan aksi protes warga sipil terhadap kudeta militer.

Pemadaman dilakukan untuk layanan data seluler dan koneksi Wifi. Sementara, telepon dan SMS masih dapat diakses.

Aksi protes

Saat pemadaman akses internet, tengah terjadi aksi turun jalan pertama di Ibu Kota Yangon sejak penangkapan Aung San Suu Kyi pada Senin (1/2/2021). Warga sipil menyerukan ajakan aksi turun ke jalan di media sosial.

Melansir The Independent, pada Minggu (7/1/2021), massa aksi meneriakkan berbagai seruan seperti "Diktator militer, gagal, gagal! Demokrasi, menang, menang!"

Sebagian membawa spanduk bertuliskan "Lawan kediktatoran militer". Sementara, orang-orang yang melihat aksi protes tersebut menawarkan makanan dan air kepada peserta aksi.

Gerakan pembangkangan sipil telah berkembang di Myanmar sepanjang minggu, dengan melibatkan berbagai lapis elemen masyarakat.

Dokter dan guru melakukan mogok kerja. Setiap malam, orang-orang memukul panci dan wajan untuk menunjukkan kemarahan.

Kelompok hak asasi manusia setempat melaporkan penangkapan terhadap sekitar 150 warga sipil pasca kudeta.

Sementara, media lokal menyebutkan, sekitar 30 orang telah ditahan karena aksi protes.

Baca juga: Kudeta Myanmar Berujung Demo Terbesar sejak 2007

Desakan buka blokir

Dilansir dari Reuters, Sabtu (6/2/2021), penyedia jaringan seluler Norwegia Telenor ASA mengatakan, pihak Myanmar telah memerintahkan untuk mematikan jaringan data semua operator seluler sementara waktu.

Dewan pemerintahan Myanmar mencoba untuk membungkam perbedaan pendapat dengan memblokir sementara Facebook dan memperluas tindakan ke media sosial lain, seperti Twitter dan Instagram pada saat yang sama.

Facebook mendesak dewan pemerintahan untuk membuka blokir media sosial.

"Pada saat kritis ini, rakyat Myanmar membutuhkan akses ke informasi penting dan untuk dapat berkomunikasi dengan orang yang mereka cintai," kata Kepala Kebijakan Publik Facebook untuk Asia-Pasifik, Rafael Frankel, dalam sebuah pernyataan.

Wakil Direktur Regional Amnesty International untuk Kampanye, Ming Yu Hah, mengatakan, mematikan internet di tengah kudeta dan pandemi Covid-19 merupakan keputusan yang keji dan sembrono.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com