Pihaknya menduga, penurunan IPK ini ada kaitannya revisi Undang-Undang KPK pada 2019 lalu.
Sebab, pada tahun-tahun sebelum UU KPK direvisi, nilai IPK Indonesia terus mengalami kenaikan.
Setelah revisi UU KPK berjalan, jelas Zainur, banyak dampak yang terlihat jelas, seperti turunnya angka penindakan dan turunnya operasi tangkap tangan (OTT).
"Itu semua berdampak pada turunnya indeks persepsi korupsi Indonesia," jelasnya.
Kondisi saat ini membuktikan bahwa alasan pemerintah merevisi UU KPK untuk memperkuat pemberantasan korupsi, sama sekali tidak logis.
Baca juga: Mahfud Duga Turunnya Indeks Persepsi Korupsi Berkaitan dengan Revisi UU KPK
Selain revisi UU KPK, Zainur menyebut turunnya IPK Indonesia juga karena terdampak oleh regresi demokrasi.
Menurut dia, situasi demokrasi di Indonesia saat ini semakin buruk dan terbukti dengan menurunnya kebebasan berpendapat.
"Sehingga hal itu bisa menurunkan level partisipasi publik dan pengawasan publik terhadap jalannya pemerintahan," ujarnya.
"Rumusnya, jika partisipasi dan pengawasan publik turun, maka peluang korupsi jadi naik karena kurangnya kontrol dari masyarakat," lanjutnya.
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Turun, Indonesia Dipersepsikan Tak Konsisten dalam Pemberantasan Korupsi
Oleh karena itu, Zainur meminta agar pemerintah mengembalikan efektivitas pemberantasan korupsi kepada lembaga yang selama ini diberi mandat untuk itu, yaitu KPK.
Caranya, dengan mengembalikan kewenangan penting dan independensi KPK yang semakin menurun akibat revisi UU KPK.
"Tanpa itu, pemberantasan korupsi ke depan akan suram dan tidak akan ada percepatan-percepatan yang terjadi. Ini menjadi bukti bahwa pemerintahan Jokowi tidak memiliki komitmen pada pemberantasan korupsi dan situasinya merugikan rakyat," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.