Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari PSBB hingga Pengetatan Terukur, Kenapa Selalu Muncul Istilah Baru?

Kompas.com - 17/12/2020, 17:08 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah akan memberlakukan kebijakan pengetatan terukur.

Pengetatan terukur ini merupakan istilah baru yang merupakan kebijakan untuk mencegah penularan virus corona saat libur Natal dan Tahun Baru 2020.

"Kami bukan menerapkan PSBB, tapi akan menerapkan kebijakan pengetatan yang terukur dan terkendali, supaya penambahan kasus dan kematian bisa terkendali dengan dampak ekonomi yang relatif minimal," ujar Luhut dikutip dari siaran pers di laman resmi Kemenkomarves, Rabu (16/12/2020).

Menurut dia, usulan intervensi yang akan dilakukan adalah pengetatan aktivitas masyarakat secara terukur dan terkendali, seperti pemberlakuan work from home (WFH) sampai 75 persen.

Pengetatan terukur menjadi istilah ketiga yang dikeluarkan pemerintah untuk menjelaskan soal pembatasan akibat virus corona.

Sebelumnya, pemerintah juga mengeluarkan istilah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi yang pertama kali diterapkan pada Juni 2020.

Baca juga: Bantah Akan Perketat PSBB, Luhut: Pengetatan Terukur Saat Libur Natal dan Tahun Baru

PSBB transisi ini akan diberlakukan hingga virus corona di Jakarta benar-benar bisa ditekan.

Pemerintah kemudian kembali mengeluarkan istilah PSBB ketat pada September 2020, seiring tingginya kasus di Jakarta.

Apa dampak munculnya istilah-istilah baru untuk tindakan pembatasan yang hampir sama?

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, satu simbol istilah yang dibuat beranekaragam akan menimbulkan ketidakpastian.

"Jadi kalau satu simbol itu dibuat beraneka ragam untuk satu makna itu menimbulkan masalah pada ketidakpastian. PSBB itu kan simbol bahasa yang di dalamnya ada makna dan deskripsi," kata Drajat kepada Kompas.com, Kamis (17/12/2020).

Ketika simbol itu dibuat beraneka ragam, menurut dia, maknanya pun akan beragam.

Menurut Drajat, hal ini akan menimbulkan jarak dan pengaburan makna atau istilahnya polusi simbolik.

Baca juga: Bukan PSBB, Pemerintah Akan Berlakukan Pengetatan Terukur Saat Libur Natal dan Tahun Baru

Kedua, beragamnya istilah itu juga akan mengakibatkan perbedaan berpikir.

"Karena terjadinya perbedaan berpikir, maka akan berkurang kesamaan tindakan atau gerakan dan berakibat pada penurunan makna nilai keberartian dari simbol itu sendiri" jelas dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kenapa Pintu Pesawat Berada di Sisi Kiri? Ini Sejarah dan Alasannya

Kenapa Pintu Pesawat Berada di Sisi Kiri? Ini Sejarah dan Alasannya

Tren
Teringat Kasus Jessica Wongso, Otto Hasibuan Beri Bantuan Hukum Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Teringat Kasus Jessica Wongso, Otto Hasibuan Beri Bantuan Hukum Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Tren
Jadwal Puasa Zulhijah, Tarwiyah, dan Arafah Jelang Idul Adha 2024

Jadwal Puasa Zulhijah, Tarwiyah, dan Arafah Jelang Idul Adha 2024

Tren
Profil Ilham Habibie, Direkomendasikan Maju Pilkada Jabar oleh Nasdem

Profil Ilham Habibie, Direkomendasikan Maju Pilkada Jabar oleh Nasdem

Tren
Curhat Jokowi, Mengaku Bingung Saat Cari Tempat Makan di IKN

Curhat Jokowi, Mengaku Bingung Saat Cari Tempat Makan di IKN

Tren
Benarkah Jokowi Melarang Kaesang Maju Pilkada Jakarta 2024?

Benarkah Jokowi Melarang Kaesang Maju Pilkada Jakarta 2024?

Tren
Deretan Jenderal Polisi yang Duduki Jabatan Sipil 2024, Terbaru Irjen Risyapudin Nursin

Deretan Jenderal Polisi yang Duduki Jabatan Sipil 2024, Terbaru Irjen Risyapudin Nursin

Tren
Starlink Elon Musk Masuk Pedalaman Brasil, Dikeluhkan Tetua Suku Bikin Anak Muda Malas

Starlink Elon Musk Masuk Pedalaman Brasil, Dikeluhkan Tetua Suku Bikin Anak Muda Malas

Tren
Bukan karena Cobek dan Ulekan Batu, Ini Penyebab Munculnya Batu Ginjal

Bukan karena Cobek dan Ulekan Batu, Ini Penyebab Munculnya Batu Ginjal

Tren
Kisah Bayi 2 Hari Alami Radang Otak Usai Dicium Pembawa Herpes

Kisah Bayi 2 Hari Alami Radang Otak Usai Dicium Pembawa Herpes

Tren
Cerita Rokiah, Jemaah Haji Difabel Indonesia yang Berangkat Seorang Diri, Kini Bertemu Sahabat Baru

Cerita Rokiah, Jemaah Haji Difabel Indonesia yang Berangkat Seorang Diri, Kini Bertemu Sahabat Baru

Tren
Turis Digigit Monyet Saat Berkunjung ke Monkey Forest Ubud, Mengaku Suntik Antirabies Rp 97 Juta

Turis Digigit Monyet Saat Berkunjung ke Monkey Forest Ubud, Mengaku Suntik Antirabies Rp 97 Juta

Tren
Teka-teki Pemegang Akun Facebook Icha Shakila, Diyakin Jadi Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Teka-teki Pemegang Akun Facebook Icha Shakila, Diyakin Jadi Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Tren
Kapan Pengumuman Hasil UTBK SNBT 2024? Ini Jadwal dan Cara Ceknya

Kapan Pengumuman Hasil UTBK SNBT 2024? Ini Jadwal dan Cara Ceknya

Tren
Belajar dari Kasus di Kosambi, di Mana Tempat Meletakkan Tabung Gas LPG yang Benar?

Belajar dari Kasus di Kosambi, di Mana Tempat Meletakkan Tabung Gas LPG yang Benar?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com