Juru Bicara Satgas Covid-19 Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (UNS) Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, secara sederhana terapi plasma konvalesen bisa dipahami sebagai transfer antibodi antara penyintas suatu infeksi kepada orang yang sedang menghadapi infeksi.
Dia menjelaskan, terapi plasma konvalesen berpijak pada pemahaman bahwa seorang penyintas infeksi, setelah sembuh akan membentuk antibodi dalam tubuhnya.
Dalam hal Covid-19, acuannya adalah penyintas penyakit itu diharapkan sudah membentuk antibodi yang kemudian disimpan dalam plasma darahnya.
Baca juga: Kehilangan Penciuman karena Covid-19 Disebut Bisa Sembuh dengan Latihan, Bagaimana Caranya?
Plasma penyintas Covid-19 itu kemudian diberikan kepada orang lain yang sedang menghadapi infeksi virus corona.
"Harapannya, antibodi yang diberikan melalui plasma ini tadi, membantu untuk melawan infeksi yang sedang berjalan," ujar Tonang saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/12/2020).
Tonang mengatakan, metode terapi plasma konvalesen untuk melawan infeksi virus corona sudah dilakukan di berbagai belahan dunia.
Baca juga: Berkaca dari Temuan Kasus Covid-19 pada Siswa SMK di Jateng, Apa Itu Anosmia?
Dia mengatakan, ada beberapa laporan yang menyatakan hasilnya baik, ada juga yang menyebut sekitar 50 persen pasien penerima terapi ini membaik.
Namun, ada pula laporan-laporan lain yang cenderung menyatakan tidak berefek signifikan.
"Untungnya, sejauh ini belum didapatkan laporan yang sifatnya risiko besar atau fatal. Walaupun ada yang melaporkan tidak ada bedanya antara yang diberi (terapi) dengan yang tidak diberi," kata Tonang.
Baca juga: Mekanisme Pemungutan Suara Pilkada 2020 bagi Pasien Positif Covid-19