Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Ini Klaim Penularan Virus Corona melalui Uang Kertas Rendah

Kompas.com - 26/11/2020, 13:08 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penggunaan uang kertas telah menurun tajam sejak pandemi virus corona melanda seluruh dunia.

Hal ini dikaitkan dengan kekhawatiran terhadap penularan virus corona melalui uang kertas.

Studi yang dilakukan Bank of England, seperti diberitakan Bloomberg, 24 November 2020, menemukan, risiko penularan Covid-19 melalui penggunaan uang kertas tergolong rendah.

Bahkan, risiko tertular virus corona melalui uang kertas jauh lebih rendah daripada tertular dari menghirup partikel udara atau menyentuh barang-barang umum, seperti keranjang belanja, pegangan pintu, atau terminal pembayaran mandiri, yang kemungkinan mengandung virus.

"Beberapa jam setelah infeksi bahkan pada dosis tinggi, tingkat dan risiko terkait infeksi (pada uang) tampak rendah," demikian laporan tersebut dikutip dari Bloomberg, 24 November 2020.

Studi itu menyebutkan, kelangsungan hidup virus pada uang kertas tidak lebih besar.

"Memang tampaknya berpotensi lebih sedikit, daripada pada permukaan yang mungkin bersentuhan dengan orang dalam kehidupan rutin mereka," demikian studi tersebut.

Baca juga: Studi Baru Temukan Penularan Covid-19 Orang Tanpa Gejala Sama dengan Orang Bergejala

Diberitakan The Guardian, penelitian itu melibatkan virus corona tingkat tinggi, setara dengan seseorang yang batuk atau bersin langsung ke uang kertas.

Penelitian dilakukan pada uang kertas dan uang kertas polimer.

Setelah uang terkontaminasi, kemudian disimpan pada suhu kamar dan diuji berulang kali.

Studi tersebut menemukan, tingkat virus tetap stabil selama satu jam, tapi selama lima jam berikutnya menurun dengan cepat.

Setelah 24 jam, virus turun menjadi kurang dari 1 persen pada kedua jenis uang tersebut.

Peneliti memperingatkan, hanya karena tingkat virus yang teramati rendah, tidak mengartikan uang berada pada tingkat yang dapat menyebabkan infeksi.

Peluang terjadinya kontaminasi langsung relatif rendah karena uang tunai biasanya disimpan dengan aman di lemari atau dompet.

Baca juga: Dua Penelitian Terbaru Perkuat Bukti Pemilik Golongan Darah O Lebih Kebal Covid-19

Peralihan dari uang tunai telah menjadi tren jangka panjang.

Apalagi, krisis telah mempercepat perubahan dalam kebiasaan berbelanja dan pilihan-pilihan yang ditawarkan kepada konsumen.

Penelitian Bank Dunia menunjukkan, menjelang penguncian pada Maret lalu, ada peningkatan permintaan uang kertas karena orang-orang menarik uang tunai sebagai tanggapan atas ketidakpastian yang meningkat.

Selain mengadopsi belanja secara online yang semakin meningkat karena orang-orang tinggal di rumah, kekhawatiran tentang penyebaran virus telah mendorong toko-toko dan konsumen semakin memilih pembayaran tanpa kontak.

Laporan lainnya, ditemukan beberapa hal, seperti:

  • Pada Juli, sebesar 42 persen konsumen mengunjungi toko yang tidak menerima uang tunai dalam enam bulan sebelumnya, dibandingkan pada Januari sebesar 15 persen
  • Sebesar 71 responden menggunakan lebih sedikit uang tunai dibandingkan sebelum pandemi
  • Volume penarikan uang tunai di ATM sekitar 60 persen lebih rendah di puncak pembatasan yang diberlakukan di Inggris pada akhir Maret, dibandingkan tahun sebelumnya
  • Pada saat yang sama, nilai uang tunai yang beredar telah meningkat karena orang memilih untuk menyimpannya sebagai respons terhadap ketidakpastian.

Baca juga: Memahami Potensi Penularan Covid-19 di Ruang Tertutup dengan Ventilasi Kurang Baik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com