Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Kontroversi Ormas dan Fenomena Post-Truth di Era Reformasi

Kompas.com - 20/11/2020, 10:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEMBALINYA Riziq Shihab (RS) ke Indonesia 10 November 2020 lalu sukses menjadi sorotan publik. Belum genap dua minggu kedatangannya, ia telah menuai baik simpati maupun kritik dari berbagai elemen masyarakat dan pemerintah.

Bagi pendukungnya, kepulangan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) ini telah lama ditunggu-tunggu. Hal ini dibuktikan dengan penyambutan secara gegap gempita oleh luapan simpatisan FPI di Bandara Internasional Soekarno Hatta yang sempat melumpuhkan aktivitas di bandara selama kurang lebih lima jam.

Baca juga: Ketika Bandara Soekarno-Hatta Lumpuh 5 Jam Imbas Kepulangan Rizieq Shihab

Ironisnya kerumunan massa pendukung imam besar FPI tersebut sama sekali tidak mengindahkan protokol kesehatan di tengah meluasnya pandemi Covid 19 di Indonesia.

Tidak hanya itu, Rizieq juga hadir mengisi ceramah di acara peringatan Maulid Nabi S.A.W di Petamburan dan Megamendung-Bogor. Lagi-lagi kedua acara tersebut menimbulkan kerumunan massa yang abai terhadap standar protokol kesehatan.

Baca juga: Rizieq Shihab Datang, Simpatisannya Padati Puncak Bogor, Puncak Pass Lumpuh Total

Belum lagi konten ceramahnya yang dinilai bernada sindirian provokatif kepada beberapa pejabat negara dan perseteruannya dengan selebriti kontroversial, Nikita Mirzani, terkait ucapannya yang stigmatif dan mendegradasi perempuan.

Serangkaian peristiwa yang terkait dengan RS ini lantas menimbulkan reaksi dari pihak pemerintah pusat.

Menkopolhukam Mahfud MD melayangkan ultimatum kepada kepala daerah dan aparat untuk menindak tegas pihak yang sengaja meciptakan kerumunan massa dan abai terhadap protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

Ultimatum keras pemerintah akhirnya berdampak pada pencopotan empat pejabat publik yaitu Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana, Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto, serta Kapolres Bogor AKBP Roland Ronaldy.

Baca juga: Perwira Polisi yang Dicopot dan Dilantik Setelah Simpatisan Rizieq Shihab Berkerumun Saat Pandemi

Tidak hanya itu, Gubernur Jakarta Anies Baswedan juga ikut terseret dalam kasus ini dan mendapat panggilan dari Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana penyelenggaraan kerumunan di tengah pademi.

Baca juga: Polisi Tanya ke Gubernur Anies soal Pertemuan dengan Rizieq Shihab di Petamburan

Keberadaan RS dan agenda politiknya untuk melakukan “revolusi akhlak” telah menyita perhatian khalayak sehingga serangkaian peristiwa ini perlu kita soroti secara kritis sebagai fenomena sosial-budaya yang perlu ditelusuri historisitasnya, serta pengaruhnya di masa yang akan datang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com