Ingatan kedua saya soal November adalah Hari Pahlawan yang merupakan peringatan akan Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
Dalam catatan sejarah, ini merupakan pertempuran terbesar pertama setelah Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Dulu, sebagai siswa, saya selalu ingat Hari Pahlawan karena satu-satunya hari nasional yang banyak dibicarakan setelah Hari Kemerdekaan tetapi tidak diliburkan. Ingat karena kecewa.
Saya dulu sempat berpikir, apakah peran pahlawan tidak begitu penting sehingga tidak diberi hari libur sebagai jeda untuk mengenang?
Untuk pertanyaan itu, saya tidak menemukan jawaban hingga akhirnya saya bertemu novel Burung-Burung Rantau yang ditulis YB Mangunwijaya. Buku terbitan Gramedia itu saya baca saat kuliah di STF Driyarkara.
Novel Romo Mangun ini dirilis tahun 1992 dan dirilis ulang 2014. Ia berkisah tentang konflik keluarga Letnan Jenderal Wiranto, mantan duta besar, Komisaris Bank Pusat Negara, generasi gerilyawan 1945 dengan lima anaknya yang lahir setelah kemerdekaan.
Ngomong-ngomong, "November Rain" dan Burung-Burung Rantau dirilis pada tahun yang sama yaitu 1992. Buat saya, dua karya ini menjadi tanda generasi saya, Generasi 90-an.
Lantas, apa jawaban atas pertanyaan saya soal Hari Pahlawan yang tidak dijadikan hari libur nasional? Tidak ada jawaban pasti.
Namun, apa yang ditulis Romo Mangun di novelnya melegakan saya, "Jangan didramatisasi. Setiap angkatan punya medan juang dan pahlawan mereka sendiri."
Apa yang ditulis Romo Mangun 28 tahun lalu menjadi pengingat agar kita tidak melebih-lebihkan apa yang kita alami, apa yang kita perjuangkan dan apa yang kita capai di rentang waktu di mana sejarah meletakkan kita.
Sikap tidak melebih-lebihkan pengalaman generasi sendiri ini sekaligus menjadi sikap untuk menghargai pengalaman, perjuangan dan capaian generasi lain yang medan juang serta jenis kepahlawannya berbeda.
Tidak heran jika pernyataan Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri soal sumbangsih dan kepahlawanan jadi bahan percakapan di media sosial di Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2020.
Diperlukan penjelasan tambahan tentang maksud pernyataan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu dari orang lain. Jauhnya beda generasi mungkin memerlukan jembatan.
Adalah Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto yang kemudian menjelaskan pertanyaan Megawati yang menyinggung generasi milenial, "Apa sumbangsih kalian terhadap bangsa dan negara ini. Masa hanya demo saja?"
Kepahlawanan atau sumbangsih kepada bangsa memang tidak boleh dimonopoli, apalagi klaim atas kepahlawanan atau sumbangsih itu.