Para demonstran membubarkan diri setelah pidato itu. Demonstrasi dinilai gagal total.
Sebelum pidato, hubungan Angkatan Perang RI dengan Parlemen tegang. Di Gedung Parlemen, di sudut Jalan Lapangan Banteng Timur dengan Jalan Wahidin, terjadi debat tentang peran Angkatan Perang RI.
Baca juga: Perang Gerilya, Taktik Perang Melawan Penjajah
Ada beberapa mosi diajukan anggota DPR terkait Angkatan Perang RI. Mosi PNI juga disebut Mosi Zainal Baharudin.
Dalam mosi itu mengusulkan penghapusan posisi kepala staf angkatan perang (KSAP) dan diganti dengan kepala staf gabungan (KSAD, KSAL, dan KSAU).
Waktu itu KSAP dijabat Jenderal Mayor Tahi Bonar Simatupang dan KSAD adalah Kolonel Abdul Haris Nasution.
Esoknya Jenma TB Simatupang dan Kolonel AH Nasution dipecat dari jabatan mereka masing-masing. Sejak itu kemelut di kalangan Angkatan Darat terjadi.
Nasution dilengserkan dari dinas militer, selanjutnya Kolonel TB Simatupang dipaksa pensiun dini karena jabatan KSAP dihapus.
Sebagai langkah kompromi, tokoh netral Kolonel Bambang Sugeng dijadikan KSAD dan Kolonel Zulkifli Lubis, penentang Nasution, sebagai Wakil KSAD.
Untuk menyelesaikan beda pendapat antarpimpinan militer, Februari 1955 diselenggarakan musyawarah di Yogyakarta, dihadiri 270 perwira AD se-Indonesia, termasuk Nasution yang datang dengan pakaian sipil.
Bambang Sugeng kemudian meletakkan jabatan karena merasa tidak mampu melaksanakan Piagam Yogya, antara lain menyebutkan, Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Dwi Tunggal, sedangkan Bung Hatta sudah mundur dari jabatan Wapres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.