Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Prediksi Kasus Covid-19 Melonjak dalam 2 Minggu ke Depan, Bisa Capai 10.000 Per Hari

Kompas.com - 09/10/2020, 10:30 WIB
Mela Arnani,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Aksi demonstrasi yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia memunculkan kekhawatiran akan lonjakan kasus infeksi virus corona.

Seperti yang terlihat, demonstrasi di berbagai tempat menimbulkan kerumunan, berpotensi memicu terjadinya penyebaran Covid-19 secara masif.

"Apa pun itu, baik demo, penggalangan massa, itu sangat berpotensi memicu terjadinya penyebaran yang masif dari Covid-19," kata Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).

Terlebih, situasi pengendalian pandemi corona di Indonesia saat ini belum terkendali dengan baik.

"Karena kapasitas testing dan tracingnya yang rendah," ujar dia.

Masih rendahnya testing dan tracing terhadap Covid-19, menurutnya berimplikasi terhadap keberhasilan pada intervensi seperti isolasi, karantina, dan lainnya.

Baca juga: Disahkan DPR, Adakah Cara Membatalkan UU Cipta Kerja?

Terlihat dalam 2-3 minggu

Dicky menjelaskan, saat demo berlangsung, seluruh mekanisme penularan virus terjadi, seperti terjadi kerumunan, tidak ada jarak sosial, droplet, hingga fomite.

"Orang berdekatan, orang berteriak, kemudian juga saling menyentuh, ini banyak terjadi. Akhirnya disadari atau tidak (terjadi) penyebaran dari Covid-19," tutur Dicky.

Menurut dia, dampak lonjakan penyebaran virus corona dari aksi demontrasi tidak akan terlihat secara langsung dalam waktu dekat.

"Akan terlihat dampaknya ya nanti, 2-3 minggu ke depan. Bukan dalam beberapa hari ini," kata Dicky.

Hal ini pun akan memperburuk situasi pengendalian pandemi virus corona di Indonesia.

Secara terpisah, tenaga kesehatan juga mengkhawatirkan terjadinya lonjakan kasus infeksi masif yang akan terlihat dalam waktu 1-2 minggu mendatang.

"Dalam kondisi saat ini saja, para tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan sudah kelimpungan menangani jumlah pasien Covid-19 yang terus bertambah," ujar Ketua Tim Mitigasi PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia), M. Adib Khumaidi, dalam keterangannya.

Baca juga: IDI Khawatir Demo Picu Lonjakan Kasus Covid-19

Gas air mata

Dicky menambahkan, gas air mata dan semprotan merica aparat akan membuat pendemo "menangis".

Hal ini menyebabkan hidung dan mulut akan mengeluarkan lendir dan memperburuk penyebaran virus.

Mengingat, virus corona dapat menyebar melalui droplet atau tetesan dari mulut atau hidung.

"Gas air mata dapat terkumpul pada masker, sehingga tidak tahan untuk dipakai," tuturnya.

Perhatian pembuat kebijakan

Dicky menyampaikan, kejadian ini harus dijadikan pelajaran bagi pembuat kebijakan regulasi. Yakni sangat harus mempertimbangkan dan melakukan manajemen risiko dengan matang.

Manajemen risiko termasuk saat mengeluarkan produk kebijakan yang berpotensi menimbulkan reaksi massa yang berisiko memperburuk pandemi virus corona.

"Karena situasi pandemi yang seperti ini jangan sampai keluar kebijakan yang menimbulkan pro kontra yang masif di masyarakat, yang akhirnya timbulan aksi-aksi demo seperti ini," tutur dia.

Ia menilai, penyebaran virus di situasi saat ini menjadi sangat sulit untuk bisa dikendalikan.

Baca juga: Beda Aturan PHK di UU Ketenagakerjaan dan Omnibus Law Cipta Kerja

Kendati begitu, Dicky menegaskan aksi demo tidak dapat menjadi satu-satunya yang disalahkan.

"Dampak ini akan bersinergi dengan yang lain ya, tidak bisa hanya ditumpukkan atau disalahkan pada aksi demo saja," ujarnya.

"Karena ini akan berkontribusi dengan kontributor lainnya seperti rangkaian pilkada, pelonggaran-pelonggaran yang terjadi, ketidakpatuhan (terhadap protokol kesehatan), kelemahan testing dan tracing. Jadi enggak bisa hanya menyalahkan aksi demo saja," lanjut dia.

Dicky menegaskan, mobilitas massa yang besar sangat dapat diprediksi mempercepat penyebaran virus. Dari sisi pemerintah, harus mengantisipasinya dengan menambah testing secara progresif.

"Bila tidak, akan sangat bahaya," ujar Dicky.

Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja Disorot Media Asing, Begini Kata Mereka...

10.000 kasus harian

Lebih lanjut, sangat diperlukan antisipasi dari sektor fasilitas kesehatan, mengingat potensi terjadinya lonjakan kasus dalam beberapa minggu mendatang.

"Betul. Sangat penting (fasilitas kesehatan berantisipasi). Dan terutama aspek testing dan tracingnya," ujar Dicky.

Dicky mengungkapkan, potensi percepatan penyebaran saat ini dapat mencapai 2-3 kali lipat atau kasus harian dapat mencapai 10.000 kasus.

"Karena adanya sinergi faktor pemburuk seperti rangkaian Pilkada, pelonggaran, dan demo. Artinya kasus harian 10.000 sudah tidak akan aneh," lanjutnya.

Ia menambahkan, saat ini pun seharusnya kasus harian telah mencapai 10.000 kasus, namun tidak terlihat lantaran testing dan tracing yang rendah.

"Sekarang pun harusnya sudah 10.000, tapi karena testing dan tracing rendah jadi enggak keliatan. 2-3 minggu lagi melonjak," ujar Dicky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com