Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Poin Sorotan dalam UU Cipta Kerja di Luar Klaster Ketenagakerjaan

Kompas.com - 07/10/2020, 18:15 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang (UU) melalui rapat paripurna, Senin (5/1/2020).

Pasca pengesahan tersebut, berbagai tanggapan pun muncul, termasuk gelombang penolakan yang besar.

Sebab sejumlah pihak menilai bahwa ada poin-poin yang bermasalah di dalam UU tersebut.

Mayoritas pihak menyoroti aturan-aturan dalam klaster ketenagakerjaan.

Namun demikian, di luar itu, ada pula aturan-aturan lain di dalam UU Cipta Kerja yang menjadi sorotan dan dipermasalahkan.

Baca juga: Ini Pro Kontra yang Muncul Setelah Omnibus Law UU Cipta Kerja Disahkan

Berikut beberapa di antaranya:

1. Lingkungan

Mengutip Kompas.com, Selasa (6/10/2020), terkait klaster lingkungan, UU Cipta Kerja mengubah Pasal 26 UU Lingkungan Hidup.

Semula, dalam pasal tersebut, dikatakan bahwa penyusunan dokumen Amdal melibatkan masyarakat dan berdasar pada prinsip pemberian informasi yang transparan.

Selain itu, masyarakat yang terdampak dan pemerhati lingkungan hidup dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal ini.

Namun, ketentuan itu diubah sehingga penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan hanya melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung.

Kemudian, Pasal 29-31 UU Lingkungan Hidup yang mengatur tentang Komisi Penilai Amdal yang juga mencakup pakar dan wakil masyarakat serta organissasi lingkungan hidup dihapus.

2. Kewenangan daerah

Dalam hal tata ruang, UU Cipta Kerja juga menghapus sejumlah kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda), baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam Pasal 10 dan 11 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Melansir Kompas.com, Rabu (7/10/2020), pada Pasal 17 UU Cipta Kerja, disebutkan bahwa Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota bertindak sebatas dalam pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah.

Sementara, menurut Pasal 10 Ayat (2) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pemda Provinsi memiliki beberapa kewenangan, termasuk perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

Dalam melaksanakan kewenangannya, Pemda Provinsi menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah di provinsi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com