Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sering Dikeluhkan, Ini Alasan Mengapa Tes Swab Mahal

Kompas.com - 01/10/2020, 17:05 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah warganet mengeluhkan mengenai mahalnya biaya tes swab. Tes swab atau usap dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan pengujian virus corona yang akurat.

Cara tersebut dilakukan dengan mengambil sampel lendir dari hidung atau tenggorokan menggunakan batang plastik berujung kapas.

Sampel kemudian dimasukkan ke dalam botol, dan kemudian dikirim ke lab untuk dianalisis.

Baca juga: Ibu Hamil Tak Mampu Bayar Swab, Benarkah Tes untuk Bumil Berbayar?

Metode ini juga direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun salah satu kelemahan tes swab PCR yakni harganya yang dinilai terlalu mahal.

Salah satu pengguna Twitter bernama Erna Sitompul, @erna_st menuliskan bahwa harga tes swab PCR di rumah sakit swasta berkisar Rp 1,6 juta.

"Di RS swasta di atas Rp 1,6 juta....tapi kalo hasilnya mau cepat lebih mahal lagi. Btw, bbrp minggu lalu, pas lewat jln satrio, di seberang mall lotte avenue ada tenda putih dan pamflet test PCT Rp 900 ribu...," tulis Erna dalam twitnya, Sabtu (26/9/2020).

Baca juga: Lebih Dekat dengan Bilik Swab Ciptaan Dosen UGM

Baca juga: Viral, Foto Alcohol Swab untuk Membersihkan Ponsel dan Alat Makan dari Virus Corona

Lantas, mengapa harga tes swab atau PCR mahal?

Wakil Direktur Pendidikan dan Diklit sekaligur Jubir Satgas Covid-19 RS UNS, dr Tonang Dwi Ardyanto menyampaikan, ada beberapa faktor yang memicu biaya tes swab PCR menjadi lebih tinggi daripada rapid test.

"Faktor yang membuat tes PCR begitu mahal yakni ada dua tahapan pemeriksaan PCR yakni ekstraksi dan PCR itu sendiri, reagen-nya mahal, alat-alatnya mahal, harus di lab dengan standar minimal BSL-2, SDMnya harus terlatih, dan risiko kerja yang tinggi," ujar Tonang kepada Kompas.com, Kamis (1/10/2020).

Baca juga: Ahli Sebut CT Scan Lebih Efektif untuk Diagnosis Virus Corona daripada Tes Swab

Hal senada juga diungkapkan oleh ahli mikrobiologi Universitas Indonesia, Pratiwi Puji Lestari Sudarmono.

Menurutnya mahalnya PCR disebabkan lantaran alat-alat yang dibutuhkan masih harus impor dan memerlukan serangkaian prosedur.

"Jadi yang mahal itu adalah tes PCR atau tes cepat molekuler (TCM), dua-duanya menggunakan peralatan yang disebut RT-PCR. Alat RT-PCR itu membutuhkan dua reagensia, yaitu reagensia untuk ekstraksi RNA dan reagensia untuk PCR itu sendiri. Dua-duanya harus diimpor dari luar negeri, itu komponen mahalnya," ujar Pratiwi saat diwawancarai KompasTV pada Sabtu (5/9/2020).

Selain soal peralatan, proses PCR sendiri imbuhnya memerlukan proses yang panjang. Selain itu perlunya APD pada tenaga medis yang mengambil tes, lab dengan standar minimal BSL-2, hingga sistem pembuangan limbah yang khusus.

"Jadi selain peralatan yang harus diimpor, prosesnya juga panjang," imbuh dia.

Baca juga: 3 Tanaman Hias yang Harganya Melonjak di Tengah Pandemi Covid-19, Apa Saja?

Tidak ada pilihan lain

Tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri (APD) mengambil sampel darah dengan metode swab test di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2020). Untuk memutus rantai penularan Covid-19, Genomik Solidaritas Indonesia (GSI Lab) membuka laboratorium tes PCR berstandar Biosafety Level (BSL) 2+.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri (APD) mengambil sampel darah dengan metode swab test di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2020). Untuk memutus rantai penularan Covid-19, Genomik Solidaritas Indonesia (GSI Lab) membuka laboratorium tes PCR berstandar Biosafety Level (BSL) 2+.

Pratiwi menjelaskan, Kementerian Kesehatan pernah mengumpulkan sejumlah ahli dan menghitung unit cots untuk penentuan PCR, dan hasilny astandar biaya untuk PCR berkisar Rp 1-1,1 juta.

"Jadi kalau harganya sekitar di situ, saya rasa itu sudah tidak ada profit sama sekali. Ini adalah pandemi, itu oke. Kalau mau ditekan, maka sebagian harus disubsidi pemerintah. Baik dari reagensia atau barang-barang yang lain," katanya lagi.

Terkait dengan peralatan yang diimpor, menurutnya tidak ada pilihan lain lantaran Indonesia belum bisa memproduksi secara mandiri.

"Di dunia pabriknya hanya sedikit yang menjual. Semua lab memerlukan, dan harus antre pula (untuk mendapatkan alat tersebut)," papar dia.

Baca juga: Cara Baru Korea Selatan Tes Corona, Gunakan Bilik Telepon

Pemerintah harus intevensi

Sementara itu, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan bahwa penyebab mahalnya biaya test PCR lantaran bahan yang digunakan untuk tindakan pengujian didapat dari impor produk.

"Kalau PCR rata-rata (tarif) di atas Rp 1 juta. Menurut saya harus ada pasnya berapa, karena barangnya harus impor dari negara mana," ujar Tulus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/10/2020).

Baca juga: Bagaimana Cara Membedakan Flu dengan Covid-19?

Tulus menambahkan, terkait produk yang impor, ia menyarankan agar pemerintah harus jujur dari negara mana barangnya diimpor.

Selain itu, Tulus mengatakan bahwa kualitas bahan yang digunakan pada test PCR berbeda dengan yang dipakai pada rapid test.

"Tentu saja berbeda, karena kualitasnya berbeda. Kalau rapid test kan memang tingkat akurasinya sangat kecil, dibanding PCR, tes antibodi itu banyak pihak yang mengatakan kurang (tingkat akurasinya)," katanya lagi.

Baca juga: Lansia, Covid-19, dan Vaksin Flu di Tengah Pandemi...

Terkait mahalnya biaya PCR, Tulus meminta kepada pemerintah agar dapat mengintervensi harga pengujian virus corona ini, di mana tindakan tersebut berperan penting dalam mencegah penularan virus corona.

Selanjutnya, ia juga meminta kepada pemerintah untuk jangan sampai lengah pada eksploitasi dari pihak tertentu yang menganggarkan harga PCR sangat mahal pada pasien tertentu.

"Oleh karena itu, caranya setidaknya ada dua, pertama intervensi harga, menentukan berapa harga ideal dari test PCR itu, kedua menetapkan standar keanggarannya agar jangan sampai ada test PCR yang abal-abal, hasilnya meragukan," imbuh dia.

Baca juga: Prioritas Penerima Vaksin Covid-19 di Indonesia Telah Disusun, Bagaimana Menurut Pedoman WHO?

Tindakan BNPB

Mengenai standardisasi harga test PCR, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dody Ruswandi menyampaikan, pihaknya dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengatur standardisasi tarif metode PCR di rumah sakit swasta.

Dikutip dari Kompas.com, (9/9/2020), upaya standardisasi itu dilakukan menyusul banyak rumah sakit swasta yang mengambil keuntungan dari test PCR.

Dody menyampaikan, pihaknya sudah memiliki usulan standar tarif test PCR yakni sebesar Rp 500.000.

Baca juga: Covid-19, Penelitian di Inggris, dan Lamanya Virus Corona Menyebar di Udara...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Mengenal Swab Test atau PCR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com