Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertambah Dua Ekor, Bagaimana Kondisi Konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon?

Kompas.com - 20/09/2020, 16:35 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

"Makanya kemarin bisa diketahui ada anak badak itu karena hasil pantauan dari video trap," kata Wiratno.  

Baca juga: Teror Hewan Sepanjang 2019: Tawon Ndas, Harimau, hingga Ular Kobra

Penyebab kelangkaan 

Wiratno mengatakan, pada abad XIX, badak Jawa tidak hanya ada di Ujung Kulon saja, tapi tersebar hingga dataran rendah di Jawa Tengah.

"Karena pada masa penjajahan Belanda di Jawa itu banyak hutan-hutan dataran rendah yang dikonversi. Oleh karena itu badak Jawa sekarang hanya tinggal di Ujung Kulon. Jadi upaya konservasi ini dilakukan setelah hilangnya habitat badak di masa lalu," kata Wiratno.

Selain itu, penyusutan populasi badak Jawa juga disebabkan aktivitas perkebunan pada masa penjajahan Belanda. Wiratno mengatakan, badak pada masa itu dianggap hama sehingga pihak kolonial melegalkan penembakan satwa itu.

"Badak ini kan makan daun dan ranting, terutama yang dia suka itu ranting," ujar Wiratno.

Selain kedua faktor itu, hal lain yang menyebabkan populasi badak menjadi langka adalah sifat satwa itu yang penyendiri, sehingga menyulitkannya menemukan pasangan dan melakukan reproduksi.

"Dia kadang-kadang juga terjebak di daerah lembah, dan tidak bertemu lagi dengan pasangannya," kata Wiratno.

Baca juga: Ramai soal Burung Kacer, Berikut Aturan Hewan Peliharaan Masuk ke dalam Pesawat

Mitos soal cula

Penandatanganan deklarasi Hari Badak Sedunia, bersama menyelamatkan badak jawa, oleh Dirjen Konservasi KLHK di Ujung Kulon, Pandeglang, Banten, Jumat (22/9/2017).KOMPAS.com/MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Penandatanganan deklarasi Hari Badak Sedunia, bersama menyelamatkan badak jawa, oleh Dirjen Konservasi KLHK di Ujung Kulon, Pandeglang, Banten, Jumat (22/9/2017).

Wiratno menyebut kehadiran badak adalah representasi dari hutan hujan dataran rendah. Maka ketika badak Jawa tidak ada lagi di dataran rendah Jawa Tengah, dapat dipastikan kalau di wilayah itu tidak ada lagi hutan hujan.

"Dia simbol dari keberadaan hutan. Kalau badak masih ada, maka hutan dan isinya masih lestari. Makanannya tergantung dari regenerasi alami tanaman yang ada di hutan itu," kata Wiratno. 

Di sisi lain, Wiratno menyebut bahwa tindakan perburuan badak untuk diambil culanya adalah suatu hal yang sia-sia belaka.

Baca juga: Menyoal Virus Corona, Disebut Berasal dari Hewan hingga Menular Lewat Mata

"Itu sebetulnya keratin yang tidak ada apa-apanya, sama seperti kuku manusia. Cuma orang membuat isu bahwa cula itu memiliki khasiat, bisa memberi kekuatan dan sebagainya. Itu yang sangat merugikan," katanya lagi.

Oleh karena itu, Wiratno berharap dengan adanya upaya penegakan hukum yang keras, dan pelurusan misinformasi itu, perburuan terhadap badak bisa dihentikan.

"Badak harus mendapat full protection, intensive zone-nya harus ditetapkan dan dijaga terus," kata Wiratno.  

Baca juga: Kapan Musim Kemarau 2020 Berakhir dan Musim Penghujan di Indonesia Dimulai?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com