Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Optimisme Itu Masih Ada, Covid-19 Bisa Terkendali, jika...

Kompas.com - 17/09/2020, 09:13 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pandemi virus corona telah membawa duka begitu dalam. Bagi mereka yang harus kehilangan keluarganya, bagi mereka yang harus merelakan kepergian koleganya. Dan duka untuk kita semua.

Lebih dari 6 bulan virus corona dikonfirmasi di Indonesia, ribuan orang meninggal dunia karena Covid-19.

Termasuk di dalamnya lebih dari 100 orang dokter. Di sejumlah daerah, yang sebelumnya telah melonggarkan pembatasan, kini diketatkan kembali.

Penambahan kasus harian semakin mengkhawatirkan. Dalam kondisi ini, kepatuhan terhadap protokol kesehatan, satu-satunya yang bisa kita lakukan saat ini untuk mencegah penularan.

Namun, di luar sana, masih banyak yang abai.

Dokter yang menangani pasien Covid-19 adalah yang paling tahu bagaimana meresahkannya situasi ini.

Pada Senin (14/9/2020), Kompas.com berbincang dengan seorang dokter spesialis paru yang menangani pasien Covid-19 di Jakarta, dr. Eva Sri Diana, SpP.

Selain berpraktik di RSUD Pasar Rebo dan Harapan Bunda, ia juga ditugaskan untuk turun tangan di RS Darurat untuk Covid-19 di Wisma Atlet, Kemayoran.

Baca juga: 3 Saran Epidemiolog untuk Menekan Penyebaran Virus Corona di Indonesia, Apa Saja?

Ini cerita dokter Eva.

"Tidak bisa menciptakan satu dokter dengan uang"

Ilustrasi dokter perempuan.SHUTTERSTOCK Ilustrasi dokter perempuan.
Eva mengaku prihatin, ketika menyadari aspek kesehatan seolah dinomorduakan setelah aspek ekonomi.

Dibukanya berbagai pusat perbelanjaan, moda transportasi umum, perkantoran, dan area publik lainnya membuat penularan terus terjadi.

Hal ini membuat tugas para nakes belum bisa akan berhenti.

"Kita bisa punya uang banyak, kita bisa bikin apa saja dengan uang, tapi tidak bisa menciptakan satu dokter dengan uang. Butuh waktu 26 tahun untuk bisa jadi seorang dokter," kata Eva, dalam perbincangan melalui telepon.

Tak hanya soal waktu yang panjang dan biaya yang tak sedikit untuk mencetak seorang dokter, butuh bakat, panggilan jiwa, dan kemauan mengabdi. 

Ia mengatakan, sesungguhnya para dokter seperti dirinya memiliki pilihan untuk menolak tugas merawat pasien Covid-19.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com