Bahkan, tidak jarang para pendaki berusaha untuk mengambil dan mencoba untuk ditanam di pekarangan rumahnya.
Tak hanya itu, edelweis juga disebut capo gunung, sembung lango, sendoro atau widodaren ini pada masa silam.
Artinya, tumbuhan ini merupakan salah satu jenis yang diagungkan oleh sebagian masyarakat di Indonesia.
Konon, orang-orang yang pergi ke Gunung Gede menganggap tumbuhan ini berasal dari surga dan membawa rumpun sebagai suatu karunia atau keberkahan.
Hal serupa juga sempat dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di sekitar Gunung Agung, Bali.
Baca juga: Mengenal Kota Sharm el-Sheikh, Bali-nya Mesir
Dilansir dari pemberitaan Kompas.com (2/9/2020), bunga edelweis dijuluki sebagai bunga abadi lantaran tumbuhan ini memilki waktu mekar yang lama hingga 10 tahun lamanya.
Hormon etilen yang ada pada bunga edelweis bisa mencegah kerontokan kelopak bunga dalam waktu yang lama.
Kendati demikian, pesona bunganya dapat terjaga lebih lama.
Baca juga: Kisah Penaklukan Pertama Everest, Gunung Tertinggi di Dunia
Sementara itu, bunga edelweis umumnya memiliki waktu mekar pada April-Agustus tiap tahunnya.
Adapun waktu ini merupakan waktu mekar saat musim hujan telah berakhir.
Mekarnya bunga edelweis di bulan-bulan tersebut dikarenakan pancaran matahari yang masih intensif untuk proses perkembangan edelweis.
Meski dikenal sebagai bunga yang tumbuh di daerah gunung, edelwis juga memiliki cara bertahan hidup yang kuat, bahkan di tanah tandus sekalipun.
Baca juga: Dua Kemungkinan soal Penggembungan pada Tubuh Gunung Merapi...
Mirisnya, populasi bunga edelweis kian berkurang lantaran keberadaannya sering diusik oleh pendaki yang jahil.
Keindahan edelweis membuat pendaki berulah memetik dengan seenaknya.
Tindakan ini pun berulang dari tahun ke tahun.
Mengutip Harian Kompas, 22 Juni 1994, ratusan pendaki Gunung Ciremai sebagian ada yang langsung ke puncak, dan sebagian ada yang mendirikan perkemahan.
Dari ratusan pendaki ini, hampir semua memetik bunga edelwis tersebut. Bahkan, mereka membiarkan rantingnya tetap patah.
Baca juga: Penelitian Terbaru: Cegah Penuaan Dini dengan Arbei
Ramainya pendakian ini juga berdampak terhadap lingkungan alam di Gunung Ciremai.